UA-52208526-1 Semuanya Ada Di Sini!!!

Tuesday 8 July 2014

Pengertian Hukum Admnistrasi Negara

A. Pengertian Hukum Administrasi Negara
1) Pengertian Administrasi Negara
Istilah Administrasi berasal dari bahasa Latin yaitu Administrare, yang artinya adalah setiap penyusunan keterangan yang dilakukan secara tertulis dan sistematis dengan maksud mendapatkan sesuatu ikhtisar keterangan itu dalam keseluruhan dan dalam hubungannya satu dengan yang lain. Namun tidak semua himpunan catatan yang lepas dapat dijadikan administrasi. Menurut Liang Gie dalam Ali Mufiz (2004:1.4) menyebutkan bahwa Administrasi adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok orang dalam bentuk kerjasama untuk mencapai tujuan tertentu. Sehingga dengan demikian Ilmu Administrasi dapat diartikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari proses, kegiatan dan dinamika kerjasama manusia. Dari definisi administrasi menurut Liang Gie kita mendapatkan tiga unsur administrasi, yang terdiri:
1. kegiatan melibatkan dua orang atau lebih
2. kegiatan dilakukan secara bersama-sama, dan
3. ada tujuan tertentu yang hendak dicapai
Kerjasama itu sendiri merupakan suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih, kerjasama dapat terjadi dalam semua hal bidang kehidupan baik sosial, ekonomi, politik, atau budaya. Dari sifat dan kepentingannya, kerjasama dapat dibedakan menjadi dua yaitu kegiatan yang bersifat privat dan kegiatan yang bersifat publik. Sehingga ilmu yang mempelajarinya dibedakan menjadi dua pula yaitu ilmu administrasi privat (private administration) dan ilmu administrasi negara (public administration). Perbedaan antara dua cabang ilmu ini (private administration dan public administration) terletak pada fokus pembahasan atau obyek studi dari masing-masing cabang ilmu tersebut. Administrasi negara memusatkan perhatiannya pada kerjasama yang dilakukan dalam lembaga-lembaga pemerintah, sedangkan administrasi privat memfokuskan perhatiannya pada lembaga-lembaga bisnis swasta. Dengan demikian ilmu administrasi negara (public administration) dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari kegiatan kerjasama dalam organisasi atau institusi yang bersifat publik yaitu negara.
Mengenai arti dan apakah yang dimaksud dengan administrasi, lebih lanjut Liang Gie dalam Ali Mufiz (2004: 1.5) mengelompokkan menjadi tiga macam kategori definisi administrasi yaitu:
1. Administrasi dalam pengertian proses atau kegiatan
Sebagaimana dikemukakan oleh Sondang P. Siagian bahwa administrasi adalah keseluruhan proses kerjasama antara dua orang manusia atau lebih yang didasarkan atas rasionalitas tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
2. Administrasi dalam pengertian tata usaha
a. Menurut Munawardi Reksodiprawiro, bahwa dalam arti sempit administrasi berarti tata usaha yang mencakup setiap pengaturan yang rapi dan sistematis serta penentuan fakta-fakta secara tertulis, dengan tujuan memperoleh pandangan yang menyeluruh serta hubungan timbal balik antara satu fakta dengan fakta lainnya.
b. G. Kartasapoetra, mendefinisikan bahwa administrasi adalah suatu alat yang dapat dipakai menjamin kelancaran dan keberesan bagi setiap manusia untuk melakukan perhubungan, persetujuan dan perjanjian atau lain sebagainya antara sesama manusia dan/atau badan hukum yang dilakukan secara tertulis.
c. Harris Muda, administrasi adalah suatu pekerjaan yang sifatnya mengatur segala sesuatu pekerjaan yang berhubungan dengan tulis menulis, surat menyurat dan mencatat (membukukan) setiap perubahan/kejadian yang terjadi di dalam organisasi itu.
3. Administrasi dalam pengertian pemerintah atau administrasi negara
a. Wijana, Administrasi negara adalah rangkaian semua organ-organ negara terendah dan tinggi yang bertugas menjalankan pemerintahan, pelaksanaan dan kepolisian.
b. Y. Wayong, menyebutkan bahwa administrasi Negara adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengendalikan usaha-usaha instansi pemerintah agar tujuannya tercapai.
Dari berbagai definisi tentang administrasi Negara, Ali Mufiz (2004:1.7) menyebutkan ada dua pola pemikiran yang berbeda tentang administrasi negara yaitu:
  1. Pola Pemikiran Pertama
Memandang administrasi Negara sebagai satu kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah, khususnya oleh lembaga eksekutif. Marshall Edward Dimock dan Gladys Ogden Dimock (1964), yang mengutif definisi W.F. Willougby, yaitu bahwa fungsi administrasi adalah fungsi untuk secara nyata mengatur pelaksanaan hukum yang dibuat oleh lembaga legislative dan ditafsirkan oleh lembaga yudikatif.
  1. Pola Pemikiran Kedua
Pola kedua menyatakan bahwa administrasi Negara lebih luas daripada sekedar membahas aktivitas-aktivitas lembaga eksekutif saja. Artinya Administrasi Negara meliput seluuh aktivitas dari ketiga cabang pemerintahan, mencakup baik lembaga eksekutif maupun lembaga legislative dan yudikatif, yang semuanya bermuara pada fungsi untuk memberikan pelayanan publik. J.M. Pfifftner berpendapat bahwa administrasi Negara adalah koordinasi dari usaha-saha kolektif yang dimaksudkan untuk melaksanakan kebijaksanaan pemerintah.
Mendasarkan pada pola kedua di atas, Felix A. Nigro dan Lloyd G. Nigro (1977:18) menyimpulkan bahwa administrasi negara adalah:
1) usaha kelompok yang bersifat kooperatif yang diselenggarakan dalam satu lingkungan publik
2) meliputi seluruh cabang pemerintahan serta merupakan pertalian diantara cabang pemerintahan (eksekutif, yudikatif, dan legislatif).
3) Mempunyai peranan penting dalam perumusan kebijaksanaan publik (public policy) dan merupakan bagian dari proses politik
4) Amat berbeda dengan administrasi privat
5) Berhubungan erat dengan kelompok-kelompok privat dan individual dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Sementara C.S.T. Kansil (1985:2) mengemukakan arti Administrasi Negara adalah sebagai berikut:
1) Sebagai aparatur negara, aparatur pemerintahan, atau istansi politik (kenegaraan) artinya meliputi organ yang berada di bawah pemerintah, mulai dari presiden, menteri, termasuk gubernur, bupati/walikota (semua organ yang menjalankan administrasi negara).
2) Sebagai fungsi atau sebagai aktivitas, yakni sebagai kegiatan mengurus kepentingan negara
3) Sebagai proses teknis penyelenggaraan undang-undang, artinya meliputi segala tindakan aparatur negara dalam menjalankan undang-undang.
Tujuan administrasi negara sangat tergantung pada tujuan dari negara itu sendiri. Indonesia yang berlandaskan pada Pancasila dan UUD 1945, selayaknya pula bahwa tujuan dari administrasi negaranya berdasar dan bersumber pada nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 dimana dalam Pembukaannya disebutkan bahwa Negara Indonesia bertujuan untuk bagaimana melindungi segenap bangsa Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa, mewujudkan keadilan sosial, memajukan kesejahteraan umum dan ikut serta dalam usaha perdamaian dunia. Jadi tugas administrasi negara adalah memberikan pelayanan (service) yang baik kepada kepentingan masyarakat, bangsa dan negara, serta mengabdi kepada kepentingan masyarakat. Bukan sebaliknya yang seringkali terjadi masyarakat yang harus melayani administrator negara. Untuk itu agar penyelenggaraan administrasi negara ini dapat berjalan sesuai dengan tujuan dan cita-cita bangsa maka dituntut partisipasi masyarakat (social participation), dukungan dari masyarakat kepada administrasi negara (social support), pengawasan dari masyarakat terhadap kinerja administrasi negara (social control), serta harus ada pertanggung jawaban dari kegiatan administrasi negara (social responsibility).
2) Hukum Administrasi Negara
Istilah Hukum Administrasi Negara (yang dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0198/LI/1972 tentang Pedoman Mengenai Kurikulum Minimal Fakultas Hukum Negeri maupun Swasta di Indonesia, dalam pasal 5 disebut Hukum Tata Pemerintahan) berasal dari bahasa Belanda Administratiefrecht, Administrative Law (Inggris), Droit Administratief (Perancis), atau Verwaltungsrecht (Jerman). Dalam Keputusan Dirjen Dikti Depdikbud No. 30/DJ/Kep/1983 tentang Kurikulum Inti Program Pendidikan Sarjana Bidang Hukum disebut dengan istilah Hukum Administrasi Negara Indonesia, sedangkan dalam Keputusan Dirjen Dikti No. 02/DJ/Kep/1991, mata kuliah ini dinamakan Asas-Asas Hukum Administrasi Negara. Dalam rapat dosen Fakultas Hukum Negeri seluruh Indonesia pada bulan Maret 1973 di Cibulan, diputuskan bahwa sebaiknya istilah yang dipakai adalah “Hukum Administrasi Negara”, dengan tidak menutup kemungkinan penggunaan istilah lain seperti Hukum Tata Usaha Negara, Hukum Tata Pemerintahan atau lainnya. Alasan penggunaan istilah Hukum Administrasi Negara ini adalah bahwa Hukum Administrasi Negara merupakan istilah yang luas pengertiannya sehingga membuka kemungkinan ke arah pengembangan yang sesuai dengan perkembangan dan kemajuan negara Republik Indonesia ke depan. Dan berdasarkan Kurikulum Program Sarjana Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Dirjen Dikti Depdiknas tahun 2000, mata kuliah ini disebut Hukum Administrasi Negara dengan bobot 2 SKS.
Hukum Administrasi Negara sebagai salah satu bidang ilmu pengetahuan hukum; dan oleh karena hukum itu sukar dirumuskan dalam suatu definisi yang tepat, maka demikian pula halnya dengan Hukum Administrasi Negara juga sukar diadakan suatu perumusan yang sesuai dan tepat. Mengenai Hukum Administrasi Negara para sarjana hukum di negeri Belanda selalu berpegang pada paham Thorbecke, beliau dikenal sebagai Bapak Sistematik Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara. Adapun salah satu muridnya adalah Oppenheim, yang juga memiliki murid Mr. C. Van Vollenhoven. Thorbecke menulis buku yang berjudul Aantekeningen op de Grondwet (Catatan atas undang-undang dasar) yang pada pokoknya isi buku ini mengkritik kebijaksanaan Raja Belanda Willem I, Thorbecke adalah orang yang pertama kali mengadakan organisasi pemerintahan atau mengadakan sistem pemerintahan di Belanda, dimana pada saat itu Raja Willem I memerintah menurut kehendaknya sendiri pemerintahan di Den Haag, membentuk dan mengubah kementerian-kementerian menurut orang-orang dalam pemerintahan.
Oppenheim memberikan suatu definisi Hukum Administrasi Negara adalah sebagai suatu gabungan ketentuan-ketentuan yang mengikat badan-badan yang tinggi maupun yang rendah apabila badan-badan itu menggunakan wewenang yang telah diberikan kepadanya oleh Hukum Tata Negara. Hukum Administrasi Negara menurut Oppenheim adalah sebagai peraturan-peraturan tentang negara dan alat-alat perlengkapannya dilihat dalam geraknya (hukum negara dalam keadaan bergerak atau staat in beweging). Sedangkan murid Oppenheim yaitu Van Vollenhoven membagi Hukum Administrasi Negara menjadi 4 yaitu sebagai berikut:
1) Hukum Peraturan Perundangan (regelaarsrecht/the law of the legislative process)
2) Hukum Tata Pemerintahan (bestuurssrecht/ the law of government)
3) Hukum Kepolisian (politierecht/ the law of the administration of security)
4) Hukum Acara Peradilan (justitierecht/ the law of the administration of justice), yang terdiri dari:
a. Peradilan Ketatanegaraan
b. Peradilan Perdata
c. Peradilan Pidana
d. Peradilan Administrasi
Utrecht (1985) dalam bukunya Pengantar Hukum Administrasi Negara mengatakan bahwa Hukum Administrasi Negara ialah himpunan peraturan –peraturan tertentu yang menjadi sebab, maka negara berfungsi. Dengan kata lain Hukum Administrasi Negara merupakan sekumpulan peraturan yang memberi wewenang kepada administrasi negara untuk mengatur masyarakat.
Sementara itu pakar hukum Indonesia seperti Prof. Dr. Prajudi Atmosudirjo, S.H. (1994), berpendirian bahwa tidak ada perbedaan yuridis prinsipal antara Hukum Administrasi Negara dan Hukum Tata Negara. Perbedaannya menurut Prajudi hanyalah terletak pada titik berat dari pembahasannya. Dalam mempelajari Hukum Tata Negara kita membuka fokus terhadap konstitusi negara sebagai keseluruhan, sedangkan dalam membahas Hukum Administrasi Negara lebih menitikberatkan perhatian secara khas kepada administrasi negara saja. Administrasi merupakan salah satu bagian yang terpenting dalam konstitusi negara di samping legislatif, yudikatif, dan eksaminasi. Dapat dikatakan bahwa hubungan antara Hukum Administrasi Negara dan Hukum Tata Negara adalah mirip dengan hubungan antara hukum dagang terhadap hukum perdata, dimana hukum dagang merupakan pengkhususan atau spesialisasi dari hukum perikatan di dalam hukum perdata. Hukum Administrasi Negara adalah sebagai suatu pengkhususan atau spesialisasi dari Hukum Tata Negara yakni bagian hukum mengenai administrasi negara.
Berdasarkan definisi Hukum Administrasi Negara menurut Prajudi Atmosudirdjo (1994), maka dapatlah disimpulkan bahwa Hukum Administrasi Negara adalah hukum mengenai seluk-beluk administrasi negara (hukum administrasi negara heteronom) dan hukum operasional hasil ciptaan administrasi negara sendiri (hukum administrasi negara otonom) di dalam rangka memperlancar penyelenggaraan dari segala apa yang dikehendaki dan menjadi keputusan pemerintah di dalam rangka penunaian tugas-tugasnya.
Hukum administrasi negara merupakan bagian operasional dan pengkhususan teknis dari hukum tata negara, atau hukum konstitusi negara atau hukum politik negara. Hukum administrasi negara sebagai hukum operasional negara di dalam menghadapi masyarakat serta penyelesaian pada kebutuhan-kebutuhan dari masyarakat tersebut.
Hukum Administrasi Negara diartikan juga sebagai sekumpulan peraturan yang mengatur hubungan antara administrasi Negara dengan warga masyarakat, dimana administrasi Negara diberi wewenang untuk melakukan tindakan hukumnya sebagai implementasi dari policy suatu pemerintahan.
Contoh, policy pemerintah Indonesia adalah mengatur tata ruang di setiap kota dan daerah di seluruh Indonesia dalam rangka penataan lingkungan hidup. Implementasinya adalah dengan mengeluarkan undang-undang yang mengatur tentang lingkungan hidup. Undang-undang ini menghendaki bahwa setiap pembangunan harus mendapatkan izin dari pejabat yang berwenang. Pelaksanaannya adalah bahwa disetiap daerah ada pejabat administrasi Negara yang berwenang memberi/menolak izin bangunan yang diajukan masyarakat melalui Keputusan Administrasi Negara yang berupa izin mendirikan bangunan.
B. Lapangan Pekerjaan Administrasi Negara
Sebelum abad ke 17 adalah sukar untuk menentukan mana lapangan administrasi Negara dan mana termasuk lapangan membuat undang-undang dan lapangan kehakiman, karena pada waktu itu belum dikenal “pemisahan kekuasaan”, pada waktu itu kekuasaan Negara dipusatkan pada tangan raja kemudian pada birokrasi-birokrasi kerajaan. Tapi setelah abad ke 17 timbulah aliran baru yang menghendaki agar kekuasaan negara dipisahkan dari kekuasaan raja dan diserahkan kepada tiga badan kenegaraan yang masing-masing mempunyai lapangan pekerjaan sendiri-sendiri terpisah yang satu dari yang lainnya seperti yang telah dikemukakan oleh John Locke dan Montesquieu.
Sejak itu baru kita mengetahui apakah yang menjadi lapangan administrasi negara itu. Maka yang menjadi lapangan administrasi negara berdasarkan teori Trias Politica John Locke maupun Monesquieu adalah lapangan eksekutif yaitu lapangan yang melaksanakan undang-undang. Bahkan oleh John Locke tugas kehakiman dimasukkan ke dalam lapangan eksekutif karena mengadili itu termasuk melaksanakan undang-undang. Sejak adanya teori “pemisahan kekuasaan” ini lapangan administrasi negara mengalami perkembangan yang pesat.
Tetapi ajaran Trias Politica ini hanya dapat diterapkan secara murni di negara-negara seperti yang digambarkan oleh Immanuel Kant dan Fichte yaitu di negara-negara hukum dalam arti sempit atau seperti yang disebut Utrech “Negara Hukum Klasik” (klasieke rechtsstaat), tetapi tidak dapat diterapkan kedalam system pemerintahan dari suatu negara hukum modern (moderneechsstaat), karena lapangan pekerjaan administrasi negara pada Negara hukum modern adalah lebih luas dari pada dalam negara hukum klasik. Apakah sebabnya maka lapangan administrasi negara dalam negara hukum modern itu lebih luas dari pada dalam negara hukum klasik, hal ini dapat dilihat dari ciri-ciri kedua negara tersebut.
NEGARA HUKUM KLASIK
NEGARA HUKUM MODERN
Corak Negara adalah Negara liberal yang mempertahankan dan melindungi ketertiban social dan ekonmi berdasarkan asas “Laisez fair laissez passer” yaitu asas kebebasan dari semua warga negaranya dan dalam persaingan diantara mereka
Corak Negara adalah “Welfare State”, suatu negara yang mengutamakan kepentingan seluruh rakyat
Tugas Negara adalah sebagai “Penjaga Malam” (Nachtswakerstaat) karena hanya menjaga keamanan dalam arti sempit, yaitu keamanan senjata
Ekonomi liberal telah diganti dengan system ekonomi yang lebih dipimpin oleh pemerintah pusat (central geleide ekonomie).
Adanya suatu “Staatsonthouding” sepenuhnya, artinya “pemisahan antara negara dan masyarakat” Negara dilarang keras ikut campur dalam lapangan ekonomi dan lapangan-lapangan kehidupan sosial lainnya
Staatsonhouding telah diganti dengan staatsbemoeienis artinya negara ikut campur dalam semua lapangan kehidupan masyarakat

Ditinjau dari segi politik suatu “Nachtwakerstaat” Negara sebagai penjaga malam, tugas pokoknya adalah menjamin dan melindungi kedudukan ekonomi dari the rulling class nasib dari mereka yang bukan rulling class tidak dihiraukan oleh alat-alat pemerintah dalam suatu Nachtwakerstaat.
Tugas dari suatu Welfare State adalah “Bestuurszorg” yaitu menyelenggarakan kesejahteraan umum
Tugas Negara adalah menjaga keamanan dalam arti luas yaitu keamanan social disegala lapangan kehidupan masyarakat
Prajudi Atmosudirdjo (1994: 61) mengemukakan bahwa untuk keperluan studi ilmiah, maka ruang lingkup atau lapangan hukum administrasi negara meliputi:
1) Hukum tentang dasar-dasar dan prinsip-prinsip umum daripada administrasi negara
2) Hukum tentang organisasi dari administrasi negara
3) Hukum tentang aktivitas-aktivitas dari Administrasi Negara, terutama yang bersifat yuridis
4) Hukum tentang sarana-sarana dari Administrasi Negara, terutama mengenai Kepegawaian Negara dan Keuangan Negara
5) Hukum Administrasi Pemerintahan Daerah atau Wilayah
6) Hukum tentang Peradilan Administrasi Negara
Sementara Van Vollenhoven sebagaimana dikutip oleh Victor M. Situmorang (1989:23) menggambarkan suatu skema mengenai Hukum Administrasi Negara di dalam kerangka hukum seluruhnya, yang dikenal dengan sebutan residu theori”, yaitu sebagai berikut:
1) Staatsrecht (materieel)/Hukum Tata Negara (materiel), meliputi:
a. Bestuur (pemerintahan)
b. Rechtspraak (peradilan)
c. Politie (kepolisian)
d. Regeling (perundang-undangan)
2) Burgerlijkerecht (materieel)/Hukum Perdata (materiel)
3) Strafrecht (materiel)/Hukum Pidana (materiel)
4) Administratiefrecht (materiel) dan formell)/Hukum Administrasi Negara (materiel dan formeel), meliputi:
a. Bestuursrecht (hukum pemerintahan)
b. Justitierecht (hukum peradilan) yang meliputi:
1. Staatsrechterlijeke rechtspleging (formeel staatsrecht/Peradilan Tata Negara)
2. Administrative rechtspleging (formeel administratiefrecht/Peradilan Administrasi Negara)
3. Burgerlijeke rechtspleging/Hukum Acara Perdata
4. Strafrechtspleging/Hukum Acara Pidana
5) Politierecht (Hukum Kepolisian)
6) Regelaarsrecht (Hukum Proses Perundang-Undangan)
Lebih lanjut Victor M. Situmorang (1989:27-37) menyebutkan ada beberapa teori dari lapangan administrasi negara, yang tentunya sangat tergantung pada perkembangan dari suatu sistem pemerintahan yang dianut oleh negara yang bersangkutan, dan ini sangat menentukan lapangan atau kekuasaan Hukum Administrasi Negara.
1. Teori Ekapraja (Ekatantra)
Teori ini ada dalam negara yang berbentuk sistem pemerintahan monarki absolut, dimana seluruh kekuasaan negara berada di tangan satu orang yaitu raja. Raja dalam sistem pemerintahan yang monarki absolut memiliki kekuasaan untuk membuat peraturan (legislatif), menjalankan (eksekutif) dan mempertahankan dalam arti mengawasi (yudikatif). Dalam negara yang berbentuk monarki absolut ini hukum administrasi negara berbentuk instruksi-instruksi yang harus dilaksanakan oleh aparat negara (sistem pemerintahan yang sentralisasi dan konsentrasi). Lapangan pekerjaan administrasi negara atau hukum administrasi negara hanya terbatas pada mempertahankan peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan yang dibuat oleh raja, dalam arti alat administrasi negara hanya merupakan “machtsapparat” (alat kekuatan) belaka. Oleh sebab itu dalam negara yang demikian terdapat hanya satu macam kekuasaan saja yakni kekuasaan raja, sehingga pemerintahannya sering disebut pemerintahan Eka Praja (Danuredjo, 1961:25).
2. Teori Dwipraja (Dwitantra)
Hans Kelsen membagi seluruh kekuasaan negara menjadi dua bidang yaitu: 1) Legis Latio, yang meliputi “Law Creating Function”, dan 2) Legis Executio, yang meliputi:
a. Legislative power
b. Judicial power
Legis Executio ini bersifat luas, yakni melaksanakan “The Constitution” beserta seluruh undang-undang yang ditetapkan oleh kekuasaan legislatif, maka mencakup selain kekuasaan administratif juga seluruh judicial power. Lebih lanjut Hans Kelsen kemudian membagi kekuasaan administratif tersebut menjadi dua bidang yang lebih lanjut disebut sebagai Dichotomy atau Dwipraja atau Dwitantra, yaitu: 1) Political Function (Government), dan 2) Administrative Function (Verwaltung atau Bestuur).
Seorang Sarjana dari Amerika Serikat yaitu Frank J. Goodnow membagi seluruh kekuasaan pemerintahan dalam dichotomy, yaitu: a) Policy making, yaitu penentu tugas dan haluan, dan b) Task Executing, yaitu pelaksana tugas dan haluan negara. Sementara itu A.M. Donner juga membedakan dua kekuasaan pemerintahan, yaitu: 1) kekuasaan yang menentukan tugas (taakstelling) dari alat-alat pemerintah atau kekuasaan yang menentukan politik negara, dan 2) Kekuasaan yang menyelenggarakan tugas yang telah ditentukan atau merealisasikan politik negara yang telah ditentukan sebelumnya (verwezenlijkking van de taak). Teori yang membagi fungsi pemerintahan dalam dua fungsi seperti tersebut di atas disebut dengan Teori Dwipraja.
3. Teori Tripraja (Trias Politica)
John Locke dalam bukunya “Two Treatises on Civil Government”, membagi tiga kekuasaan dalam negara yang berdiri sendiri dan terlepas satu sama lain, yaitu:
1) Kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan untuk membuat peraturan perundangan
2) Kekuasaan eksekutif, yaitu kekuasaan untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan, termasuk didalamnya juga kekuasaan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan perundangan, yaitu kekuasaan pengadilan (yudikatif).
3) Kekuasaan federatif, yaitu kekuasaan yang meliputi segala tindakan untuk menjaga keamanan negara dalam hubungan dengan negara lain seperti membuat aliansi dan sebagainya atau misalnya kekuasaan untuk mengadakan hubungan antara alat-alat negara baik intern maupun ekstern.
Pada tahun 1748, Filsuf Perancis Montesquieu memperkembangkan lebih lanjut pemikiran John Locke dalam bukunya “L’Esprit des Lois (The Spirit of the Law). Montesquieu juga membagi kekuasaan negara menjadi tiga yaitu:
1) kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan untuk membuat undang-undang
2) kekuasaan eksekutif, yaitu meliputi penyelenggaraan undang-undang (terutama tindakan di bidang luar negeri).
3) kekuasaan yudikatif, yaitu kekuasaan mengadili pelanggaran atas undang-undang.
Berbeda dengan John Locke yang memasukkan kekuasaan yudikatif ke dalam kekuasaan eksekutif, Montesquieu memandang kekuasaan pengadilan (yudikatif) itu sebagai kekuasaan yang berdiri sendiri, dan sebaliknya kekuasaan hubungan luar negeri yang disebut John Locke sebagai kekuasaan federatif, dimasukkan kedalam kekuasaan eksekutif. Lebih lanjut Montesquieu mengemukakan bahwa kemerdekaan hanya dapat dijamin, jika ketiga fungsi tersebut tidak dipegang oleh satu orang atau badan, tetapi oleh tiga orang atau badan yang terpisah, sehingga diharapkan akan terwujudnya jaminan bagi kemerdekaan setiap individu terhadap tindakan sewenang-wenang dari penguasa. Sistem pemerintahan dimana kekuasaan yang ada dalam suatu negara dipisahkan menjadi tiga kekuasaan tersebut di atas dikenal dengan teori Tripraja.
4. Teori Catur Praja
Berdasarkan teori residu dari Van Vollenhoven dalam bukunya “Omtrek Van Het Administratief Recht”, membagi kekuasaan/fungsi pemerintah menjadi empat yang dikenal dengan teori catur praja yaitu:
1) Fungsi memerintah (bestuur)
Dalam negara yang modern fungsi bestuur yaitu mempunyai tugas yang sangat luas, tidak hanya terbatas pada pelaksanan undang-undang saja. Pemerintah banyak mencampuri urusan kehidupan masyarakat, baik dalam bidang ekonomi, sosial budaya maupun politik.
2) Fungsi polisi (politie)
Merupakan fungsi untuk melaksanakan pengawasan secara preventif yakni memaksa penduduk suatu wilayah untuk mentaati ketertiban hukum serta mengadakan penjagaan sebelumnya (preventif), agar tata tertib dalam masyarakat tersebut tetap terpelihara.
3) Fungsi mengadili (justitie)
Adalah fungsi pengawasan yang represif sifatnya yang berarti fungsi ini melaksanakan yang konkret, supaya perselisihan tersebut dapat diselesaikan berdasarkan peraturan hukum dengan seadil-adilnya.
4) Fungsi mengatur (regelaar)
Yaitu suatu tugas perundangan untuk mendapatkan atau memperoleh seluruh hasil legislatif dalam arti material. Adapun hasil dari fungsi pengaturan ini tidaklah undang-undang dalam arti formil (yang dibuat oleh presiden dan DPR), melainkan undang-undang dalam arti material yaitu setiap peraturan dan ketetapan yang dibuat oleh pemerintah mempunyai daya ikat terhadap semua atau sebagian penduduk wilayah dari suatu negara.
5. Teori Panca Praja
Dr. JR. Stellinga dalam bukunya yang berjudul “Grondtreken Van Het Nederlands Administratiegerecht”, membagi fungsi pemerintahan menjadi lima fungsi yaitu: 1) Fungsi perundang-undangan (wetgeving), 2) Fungsi pemerintahan (Bestuur), 3) Fungsi Kepolisian (Politie), 4) Fungsi Peradilan (Rechtspraak), 5) Fungsi Kewarganegaraan (Burgers). Lemaire juga membagi fungsi pemerintahan menjadi lima, yaitu: 1) Bestuurszorg (kekuasaan menyelenggarakan kesejahteraan umum), 2) Bestuur (kekuasaan pemerintahan dalam arti sempit), 3) politie (Kekuasaan polisi), 4) Justitie (kekuasaan mengadili), dan 5) reglaar (kekuasaan mengatur).
6. Teori Sad Praja
Teori Sad Praja ini dikemukakan oleh Wirjono Prodjodikoro, bahwa kekuasaan pemerintahan dibagi menjadi 6 kekuasaan, yaitu:
1) kekuasaan pemerintah
2) kekuasaan perundangan
3) kekuasaan pengadilan
4) kekuasaan keuangan
5) kekuasaan hubungan luar negeri
6) kekuasaan pertahanan dan keamanan umum
C. Kedudukan Hukum Administrasi Negara
Hukum Administrasi Negara merupakan salah satu mata kuliah wajib pada Program Studi PPKN atau Pendidikan Kewarganegaraan. Dalam studi hukum, Hukum Administrasi Negara merupakan salah satu cabang atau bagian dari hukum yang khusus. Dalam studi Ilmu Administrasi, mata kuliah Hukum Administrasi Negara merupakan bahasan khusus tentang salah satu aspek dari administrasi, yakni bahasan mengenai aspek hukum dari administrasi negara. Sedangkan dikalangan PBB dan kesarjanaan internasional, Hukum Administrasi Negara diklasifikasi baik dalam golongan ilmu-ilmu hukum maupun dalam ilmu-ilmu administrasi.
Hukum administrasi materiil terletak diantara hukum privat dan hukum pidana. Hukum administrasi dapat dikatakan sebagai “hukum antara” (Poly-Juridisch Zakboekje h. B3/4). Sebagai contoh izin bangunan. Dalam memberikan izin penguasa memperhatikan segi-segi keamanan dari bangunan yang direncanakan. Dalam hal demikian, pemerintah menentukan syarat-syarat keamanan. Disamping itu bagi yang tidak mematuhi ketentuan-ketentuan tentang izin bangunan dapat ditegakkan sanksi pidana. W.F. Prins mengemukakan bahwa “hampir setiap peraturan berdasarkan hukum administrasi diakhiri in cauda venenum dengan sejumlah ketentuan pidana (in cauda venenum secara harfiah berarti ada racun di ekor/buntut).
Menurut isinya hukum dapat dibagi dalam Hukum Privat dan Hukum Publik. Hukum Privat (hukum sipil), yaitu hukum yang mengatur hubungan-hubungan antara orang yang satu dengan orang yang lain, dengan menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan. Sedangkan Hukum Publik (Hukum Negara), yaitu hukum yang mengatur hubungan antara negara dengan alat-alat perlengkapan atau hubungan antara negara dengan perseorangan (warga negara), yang termasuk dalam hukum publik ini salah satunya adalah Hukum Administrasi Negara.


D. Hubungan Hukum Administrasi Negara dengan Ilmu Lainnya
1. Hukum Administrasi Negara dengan Hukum Tata Negara
Baron de Gerando adalah seorang ilmuwan Perancis yang pertama kali mempekenalkan ilmu hukum administrasi negara sebagai ilmu hukum yang tumbuh langsung berdasarkan keputusan-keputusan alat perlengkapan negara berdasarkan praktik kenegaraan sehari-hari. Maksudnya, keputusan raja dalam menyelesaikan sengketa antara pejabat dengan rakyat merupakan kaidah Hukum Administrasi Negara.
Mr. W.F. Prins menyatakan bahwa Hukum Administrasi Negara merupakan aanhangsel (embel-embel atau tambahan) dari hukum tata negara. Sementara Mr. Dr. Romeyn menyatakan bahwa Hukum Tata Negara menyinggung dasar-dasar dari pada negara Sedangkan Hukum Administrasi Negara adalah mengenai pelaksanaan tekniknya. Pendapat Romeyn ini dapat diartikan bahwa Hukum Administrasi Negara adalah sejenis hukum yang melaksanakan apa yang telah ditentukan oleh Hukum Tata Negara, dan sejalan dengan teori Dwi Praja dari Donner, maka Hukum Tata Negara itu menetapkan tugas (taakstelling) sedangkan Hukum Administrasi Negara itu melaksanakan apa yang telah ditentukan oleh Hukum Tata Negara (taakverwezenlijking).
Menurut Van Vollenhoven, secara teoretis Hukum Tata Negara adalah keseluruhan peraturan hukum yang membentuk alat perlengkapan Negara dan menentukan kewenangan alat-alat perlengkapan Negara tersebut, sedangkan Hukum Administrasi Negara adalah keseluruhan ketentuan yang mengikat alat-alat perlengkapan Negara, baik tinggi maupun rendah ketika alat-alat itu akan menggunakan kewenangan ketatanegaraan. Pada pihak yang satu terdapatlah hukum tata negara sebagai suatu kelompok peraturan hukum yang mengadakan badan-badan kenegaraan, yang memberi wewenang kepada badan-badan itu, yang membagi pekerjaan pemerintah serta memberi bagian-bagian itu kepada masing-masing badan tersebut yang tinggi maupun yang rendah. Hukum Tata Negara menurut Oppenheim yaitu memperhatikan negara dalam keadaan tidak bergerak (staat in rust). Pada pihak lain terdapat Hukum Administrasi negara sebagai suatu kelompok ketentuan-ketentuan yang mengikat badan-badan yang tinggi maupun rendah bila badan-badan itu menggunakan wewenangnya yang telah diberi kepadanya oleh hukum tata negara itu. Hukum Administrasi negara itu menurut Oppenheim memperhatikan negara dalam keadaan bergerak (staat in beweging).
Tidak ada pemisahan tegas antara hukum tata negara dan hukum administrasi. Terhadap hukum tata negara, hukum administrasi merupakan perpanjangan dari hukum tata Negara. Hukum administrasi melengkapi hukum tata Negara, disamping sebagai hukum instrumental (instrumenteel recht) juga menetapkan perlindungan hukum terhadap keputusan –keputusan penguasa.
2. Hukum Administrasi Negara dengan Hukum Pidana
Romeyn berpendapat bahwa hukum Pidana dapat dipandang sebagai bahan pembantu atau “hulprecht” bagi hukum administrasi negara, karena penetapan sanksi pidana merupakan satu sarana untuk menegakkan hukum tata pemerintahan, dan sebaliknya peraturan-peraturan hukum di dalam perundang-undangan administratif dapat dimasukkan dalam lingkungan hukum Pidana. Sedangkan E. Utrecht mengatakan bahwa Hukum Pidana memberi sanksi istimewa baik atas pelanggaran kaidah hukum privat, maupun atas pelanggaran kaidah hukum publik yang telah ada. Pendapat lain dikemukakan oleh Victor Situmorang bahwa “apabila ada kaidah hukum administrasi negara yang diulang kembali menjadi kaidah hukum pidana, atau dengan perkataan lain apabila ada pelanggaran kaidah hukum administrasi negara, maka sanksinya terdapat dalam hukum pidana”.
3. Hukum Administrasi Negara dengan Hukum Perdata
Menurut Paul Scholten sebagaimana dikutip oleh Victor Situmorang bahwa Hukum Administrasi Negara itu merupakan hukum khusus hukum tentang organisasi negara dan hukum perdata sebagai hukum umum. Pandangan ini mempunyai dua asas yaitu pertama, negara dan badan hukum publik lainnya dapat menggunakan peraturan-peraturan dari hukum perdata, seperti peraturan-peraturan dari hukum perjanjian. Kedua, adalah asas Lex Specialis derogaat Lex generalis, artinya bahwa hukum khusus mengesampingkan hukum umum, yaitu bahwa apabila suatu peristiwa hukum diatur baik oleh Hukum Administrasi Negara maupun oleh hukum Perdata, maka peristiwa itu diselesaikan berdasarkan Hukum Administrasi negara sebagai hukum khusus, tidak diselesaikan berdasarkan hukum perdata sebagai hukum umum.
Jadi terjadinya hubungan antara Hukum Administrasi Negara dengan Hukum Perdata apabila 1) saat atau waktu terjadinya adopsi atau pengangkatan kaidah hukum perdata menjadi kaidah hukum Administrasi Negara, 2) Badan Administrasi negara melakukan perbuatan-perbuatan yang dikuasasi oleh hukum perdata, 3) Suatu kasus dikuasai oleh hukum perdata dan hukum administrasi negara maka kasus itu diselesaikan berdasarkan ketentuan-ketentuan Hukum Administrasi Negara.
4. Hukum Administrasi Negara dengan Ilmu Administrasi Negara
Sebagaimana istilah administrasi, administrasi negara juga mempunyai berbagai macam pengertian dan makna. Dimock dan Dimock, menyatakan bahwa sebagai suatu studi, administrasi negara membahas setiap aspek kegiatan pemerintah yang dimaksudkan untuk melaksanakan hukum dan memberikan pengaruh pada kebijakan publik (public policy); sebagai suatu proses, administrasi negara adalah seluruh langkah-langkah yang diambil dalam penyelesaian pekerjaan; dan sebagai suatu bidang kemampuan, administrasi negara mengorganisasikan dan mengarahkan semua aktivitas yang dikerjakan orang-orang dalam lembaga-lembaga publik.
Kegiatan administrasi negara tidak dapat dipisahkan dari kegiatan politik pemerintah, dengan kata lain kegiatan-kegiatan administrasi negara bukanlah hanya melaksanakan keputusan-keputusan politik pemerintah saja, melainkan juga mempersiapkan segala sesuatu guna penentuan kebijaksanaan pemerintah, dan juga menentukan keputusan-keputusan politik.
E. Latihan
Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan baik dan benar!
1. Jelaskan pengertian dan rumuskan dari Hukum Administrasi Negara!
2. Bagaimanakah lapangan dan kedudukan hukum administrasi negara di Indonesia!. Jelaskan.
3. Terangkan pengertian administrasi menurut Prof. Dr. Prajudi Atmosudirjo, S.H.!
4. Jelaskan hubungan antara Hukum Tata Negara dengan Hukum Administrasi Negara!
5. Gambarkan perbedaan antara hukum administrasi negara klasik dengan hukum administrasi negara modern!.

F. Rangkuman
Hukum Administrasi Negara menurut Oppenheim adalah sebagai peraturan-peraturan tentang negara dan alat-alat perlengkapannya dilihat dalam geraknya (hukum negara dalam keadaan bergerak atau staat in beweging). Sedangkan Utrecht mengatakan bahwa Hukum Administrasi Negara ialah himpunan peraturan –peraturan tertentu yang menjadi sebab, maka negara berfungsi. Dengan kata lain Hukum Administrasi Negara merupakan sekumpulan peraturan yang memberi wewenang kepada administrasi negara untuk mengatur masyarakat.
Prajudi Atmosudirdjo mengemukakan bahwa untuk keperluan studi ilmiah, maka ruang lingkup atau lapangan hukum administrasi negara meliputi: 1) Hukum tentang dasar-dasar dan prinsip-prinsip umum daripada administrasi negara, 2) Hukum tentang organisasi dari administrasi negara, 3) Hukum tentang aktivitas-aktivitas dari Administrasi Negara, terutama yang bersifat yuridis, 4) Hukum tentang sarana-sarana dari Administrasi Negara, terutama mengenai Kepegawaian Negara dan Keuangan Negara, 5) Hukum Administrasi Pemerintahan Daerah atau Wilayah, 6) Hukum tentang Peradilan Administrasi Negara.
Hukum Administrasi Negara termasuk dalam hukum Publik (Hukum Negara), yaitu hukum yang mengatur hubungan antara negara dengan alat-alat perlengkapan atau hubungan antara negara dengan perseorangan (warga negara).

Saturday 21 June 2014

LAPORAN KEJAKSAAN NEGERI SUMBER



LAPORAN    KEJAKSAAN NEGERI SUMBER



LAPORAN MATA KULIAH
PENGANTAR ILMU ADMINISTRASI DAN MANAJEMEN





http://fisip-unswagati.com/wp-content/uploads/2013/04/logo-fisip.png



Oleh :

Indra Sutianto
NPM.113090117









PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI
CIREBON





DAFTAR ISI


COVER
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR

BAB I PENDAHULUAN
BAB II OBJEK PENELITIAN

2.1              Latar Belakang dan Sejarah
2.1.1                 Organisasi Dan Tata Usaha Kerja Kejaksaan
2.1.2                 Kedudukan, Tugas Pokok Dan Fungsi
1.2                       Visi Dan Misi Kejaksaan Negeri Sumber
2.3.1                 Visi Kejaksaan Negeri Sumber
2.3.2                  Misi Kejaksaan Negeri Sumber
2.3.3                 Penjelasan Misi
2.4                       Tujuan Dan Sasaran
2.4.1                  Tujuan
2.4.2                 Sasaran
2.4.3                 Cara Mencapai Tujuan Dan Sasaran
2.4.3.1           Kebijakan
2.4.3.2           Program
2.4.3.3           Kegiataan
2.5              Struktur Organisasi    Kejaksaan Negeri Sumberani
2.6              Tugas Pokok Dan Fungsi (Tupoksi)
2.6.1        Intelejen
2.6.2        Tindak Pidana Umum (PIDUM)
2.6.3        Tindak Pidana Khusus (PIDSUS)
2.6.4        Perdata Dan Tata Usaha Negara (DATUN)
2.6.5        Pembinaan (BIN)
2.7              Program Kegiatan Tahun 2013
BAB III PEMBAHASAN DAN TEMUAN
3.1.Konsep Dan Teori-Teori Dari Pakar
3.2.Pokok Temuan Masalah
BAB IV PENUTUP
4.1.      KESIMPULAN
4.2.      SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN




































BAB I
PENDAHULUAN

Kejaksaan adalah lembaga Negara yang melaksanakan kekuasaan Negara, khususnya dibidang penuntutan. Sebagai badan yang berwenang dalam penegakan Hukum dan keadilan, Kejaksaan di pimpin oleh Jaksa Agung yang dipilih oleh dan bertanggung jawab kepada presiden. Kejaksaan Agung , Kejaksaan Tinggi, dan Kejaksaan negeri merupakan kekuasaan negara khususnya dibidang penuntutan, dimana semuaya merupakan satu kesatuan yang utuh yang tidak dapat dipisahkan.

Mengacu pada Undang-Undang No. 16  Tahun 2004 yang menggantikan UU No.5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan R.I , Kejaksaan sebagai sebagai salah satu lembaga penegak hukum dituntut  untuk  lebih berperan dalam menegakkan supremasi hukum, perlindungan kepentingan umum, penegakan hak asasi manusia, serta pemberantasan korupsi, kolusi, dan Nepotisme (KKN).  Di dalam UU Kejaksaan yang baru ini, Kejaksaan RI sebagai lembaga negara yang melaksanakan kekuasaan negara dibidang penuntutan, dibidang penuntutan harus melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangny secara merdeka, terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh kekuasaan lainnya (pasa2 ayat 2 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004)

Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, Kejaksaan di pimpin oleh Jaksa Agung,  membawahi enam Jaksa Agung Muda serta 31 Kejaksaan Tinggi pada tiap provinsi. UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia juga mengisyaratkan bahwa lembaga kejaksaan berada pada posisi sentrral dengan peran strategis dalam pemantapan ketahanan bangsa. Karena Kejaksaaan berada diporos dan menjadi filter antara proses penydidkan dan proses pemeriksaan di persidangan serta juga sebagai pelaksana penetapan dan keputusan pengadilan. Sehingga, lembaga kejaksaan sebagai penengendali proses perkara  (Dominus litis). Karena hanya intitusi kejaksaan yang dapat menentukan apakah suatu kasus dapat diajukan ke pengadilan atau tidak berdasarkan alat bukti yamg sah menurut hukum acara pidana.

Perlu ditambahkan, Kejaksaan merupakan satu-satunya instansi pelaksana pututsan pidana (excekutive ambtenaar). Selain berperan dalam perkara pidana, Kejaksaan juga memiliki peranan lain dalam Hukum perdata fan Tata usaha Negara, yaitu dapat mewakili Pemerintah dlam perkara Perdata dan Tata Usaha Negara sebagai jaksa pengacara Negara. Jaksa sebagai pelaksana kewenangan tersebut diberi wewenang sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan, dan wewenang lain berdasarkan Undang-Undang.








BAB II

OBJEK PENELITIAN


2.2  LATAR BELAKANG DAN SEJARAH

SAMBUTAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA

                        Memahami masa lalu berarti menetapkan diri untuk berpijak pada masa kini dan menyongsong masa depan.
                       
                        Dengan mengetahui sejarah Kejaksaan berarti kita mengenal dan berhubungan dengan peristiwa-peristiwa masa lali, yang di alami dalam pertumbuhan dan perkembangan Kejaksaan.
Mengacu kepada pengetahuan  dan pengalaman tersebut, diharapkan setiap insan Adhyaksa dalam melaksanakan tugas selalu menjaga citra Kejaksaan dan memberikan pengabdian yang terbaik.

                        Sejarah Kejaksaan Republik Indonesia tahun 1985-1994 ini merupakan kelanjutan dari lima windu sejarah Kejaksaan Republik Indonesia yang sudah ditulis.


KUNJUNGAN KERJA KEJAKSAAN DI DAERAH

Kejaksaan di Daerah yaitu:
1.      Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara di Medan
2.      Kejaksaan Tinggi Riau di Pekanbaru
3.      Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan di Palembang
4.      Kejaksaan Tinggi di Kalimantan Barat di Pontianak
5.      Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan di Banjarmasin
6.      Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur di Balikpapan
7.      Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan di Ujung Pandang
8.      Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara di Menado
9.      Kejaksaan Tinggi Maluku di Ambon
10.  Kejaksaan Tinggi Irian Jaya di Papua
11.  Kejaksaan Tinggi Jawa Barat di Bandung
12.  Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah di Semarang
13.  Kejaksaan Tinggi Jawa Timur di Surabaya

Membicarakan Organisasi Departemen atau Non Departemen pada Hakekat adalah membicarakan kedudukan, tugas pokok, fungsi, susunan Organisasi dan Tata kerja.

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1991 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
      Sebagaimana telah dijelaskan dalam buku lima windu sejarah kejaksaan R.I Tahun 1945-1985, gagasan untuk meninjau kembali Undang-undang 15 Tahun 1961 Tentang pokok-pokok Kejaksaan R.I
Sesungguhnya sudah lama ada pada kejaksaan, bahkan tahun 1974 dengan surat keputusan Jaksa Agung R.I Nomor : KEP-062/J.A/2/1974 Tanggal 25 Pebruari 1974 dibentuk suatu panitiayang ditugaskan untuk membentuk suatu konsep R.U.U Pokok Kejaksaan yang baru.

            Sebelumnya pembahasan R.U.U. dilakukan dalam rapat paripurna DPR-R.I. pada tanggal 9 Nopember 1990 atas prakarsa Kansospol ABRI doselenggarakan Rapat setengah kamar pertama Pemerintah dengan F-KP dan F-ABRI.

Hasil dari F-KP yaitu :

a.       Setuju menetapkan kedudukan dan Peranan Kejaksaan hanya jangan ada kewenangan yang tumpang tindih dengan kewewenangan Instan lain.
b.      Perlu aada sistem Hukum Nasional yang terpaduh  dan tida saling bertentangan agar Rakyat jangan bingung.
c.       Tugas Kejaksaan bukan hanya penutupan , oleh karena itu seyogyanya perumusan pasal 1 (ayat 1) ditamah “Terutama”

                  Pada tanggal 16 Nopember 1990 Diselenggarakan rapat paripurna pertama. Untuk membahas R.U.U. Kejaksaan yang diawali dengan keterangan pemerintah yang disampaikan oleh Menteri Kehakiman.

                  Pada tanggal 22 Nopember 1990 atas prakarsa Fraksi ABRI diadakan rapat. Setengan kamar  yang dihadiri oleh peserta seperti padaa rapat setengah kamar. Pertama tanggal 9 Nopember 1990.

            Hasil pertemuan tersebut yaitu :

1.      Kasospol ABRI
2.      Fraksi Karya Pembangunan
3.      Fraksi ABRI
4.      Penjelasan Menteri Kehakiman

Fraksi ABRI menemukan syarat 20 unsur baru dalam R.U.U. yang tidak Terdapat baik dalam R.U.U. No 15 Tahun 1961 maupun UU No. 16 Tahun 1961. Pada tanggal 1 Pebruari 1991 diselenggarakan Rapat Pensus ke-1 bersama pemerintahan yang merupakan pembicaraan tingkat tiga untuk membahas R.U.U.

2.1.1 ORGANISASI DAN TATA USAHA KERJA KEJAKSAAN

Struktur organisasi Kejaksaan Negeri Sumber terdapat pada keputusan presiden R.I No. 86 thn 1999 Tentang susunan organisasi dan tata kerja Kejaksaan Negeri R.I yang pelaksaannya ditetapkan dalam KEPUTUSAN Jaksa Agung R.I No. Ken kejaksaan
 P-115/J.A/10/1999 Tgl 20 Oktober tentang susunan organisasi tata dan kerja Kejaksaan R.I

2.1.3        KEDUDUKAN, TUGAS POKOK DAN FUNGSI

Kedudukan kejaksaan negeri sumber adalah kejaksaan di Kab cirebon dengan daerah hukum meliputi daerah kab cirebon.
Kejaksaan negeri sumber melakukan fungsi, tugas, wewenang, dan tanggung jawab didaerah hukum.  Kejaksaan sumber sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh jaksa agung.
Untuk melakukan tugas terebut diatas, Kejaksaan negeri sumber  menyelenggarakan fungsi berdasarkan pasal 250 dari kerutusan jaksa agung R.I No: KEP-115/J.A/10/2000 adalah sebagai berikut:

a.       Perumusan kebijakan pelaksaan dan pembinaan serta pemberian perijinan sesuai dengan tugasnya berdasarkan peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan yang ditetapkan jaksa agung.
b.      Menyelenggarakan dan melaksanakan pembangunan prasarana dan sarana, pembinaan menejemen administrasi. Organisasi ketatausahaan serta pengelolaan atas milik Negar yang menjadi tanggung jawab.
c.       Pelaksanaan penegakan hukum baik pretentif maupun refresif  yang berintikan keadilan di bidang agama.
d.      Pelaksanaan pemberian bantuan dibidang intelejen yustisial, dibidang ketertiban dan ketentraman umum, pemberian bantuan, pertimbangan, pelayanan dan penegakan hukum dibidang perdata dan tata usaha Negara serta tindakan hukum dan tindakan lain. Untuk menjamin kepastian hukum, kewibawaan pemerintah dan menyelamatkan kekayaan Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan yang telah ditetapkan oleh jaksa agung R.I
e.       Penetapan pertimbangan atau terdakwa dirumah sakit atau  tempat perawatan jiwa atau tempat lain yang layak berdasarkan penetapan hakim karena tidak mampu berdiri sendiri atau disebabkaan oleh hal-hal dapat membahayakan orang lain, lingkungan atau diri sendiri.
f.       Pemeberian pertimbangan hukum kepada instansi pemerintah, penyusunan peraturan perundang-undangan serta peningkatan kesadaran hukum masyarakat.
g.      Koordiansi, pemberian bimbingan dan petunjuk teknis serta pengawasan, baaik didalam maupun dengan instansi terkait atas pelasaan tugas dan fungsi berdasarkan peratura perundang-undangan dan kebijaksanaan yang ttelah ditetapkan jaksa agung R.I


A.    SUMBER DAYA

Untuk tahun anggaran tahun 2007 Kejaksaan negeri sumber mendapat anggaran rutin sebesar Rp. 2.379.669.000,- (Dua milyar tiga ratus tujuh puluh sembilan juta enam ratus enam puluh sembilan puluh rupiah).


B.     LINGKUNGAN STRATEGIS YANG BERPENGARUH

         Lingkungan stratregis yang akan mempengaruhi kinerja kejaksaan, meliputi lingkungan internal dan eksternal.
         Lingkungan internal terdiri dari organisasi kepegawaian, jumlah dan kualitas SDM, kewewenangan kejaksaan, budaya organisasi, kondisi sarana dan prasarana,  dan informasi.

         Didalam era reformasi, khususnya dibidang penegakan hukum, muncul keinginan kuat dari masyarakat agar Kejaksaan lebih proaktif dan independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dalam upaya penegakan hukum untuk pemberantasan KKN dan perindungan HAM, hal ini sesuai dengan TAP MPR RI. No. IV   /MPR/1999 tentang GBHN yang antara lain mengamanatkan kesejahteraan dukungan sarana dan prasaranan hukum, pendidikan serta pengawasan yang efektif.
         Untuk merealisasikan tuntunan masyarakat dan TAP MPR tersebut, pimpinan kejaksaan telah mengambil langkah-langkah / kebijakan strategis antara lain berupa keinginan untuk memperbaiki segala kekurangan-kekurangan atas seluruh sumber daya yang ada terutama peningkatan integritas moral dan profesionalisme SDM, penyempurnaan organisasi dan peningkatan budaya organisasi dan peningkatan
Kondisi sarana dan prassarana dan system informasi.
            Lingkungan eksternal terdiri darilembaga-lembaga yang terkait dengan kegiatan Kejaksaan dalam penegakaan hukum antara lain kepolisian, kehakiman, pengadilan, LSM, Organisasi politik. Sedangkan lingkungan global antara lain Organisasi internasional, LSM Negeri da negara-negara lain.
Sejalan dengan reformasi di bidang hukum khususnya dibidang penegakan hukum perlu adanya pengutaman prioritas untuk mengutamakan indepedensi lembaga kewewenangan Kejaksaan sebagai posisi sentral dalam penanganan perkara agar dapat memenuhi berbagai tuntunan lingkungan strategis internal maupun eksetrnal yang saat ini mengedepankan isu penegakan supremasi hukum dan HAM.
            Untuk mendapat prioritas tersebut diatas, di perlukan dukungan dari seluruh pihak yang terkait melalui upaya-upaya proaktif Kejaksaan Negeri Sumber dalam bentuk koor  i yang lebih intensif.









1.3    VISI DAN MISI KEJAKSAAN NEGERI SUMBER


2.4.1          VISI
Penetapan visi sebagai bagian dari perencanaan strategi merupakan suatu langkah penting dalam perjalanan suatu organisasi / lembaga. Visi tidak hanya penting pada waktu mulai bekerja, tetapi juga dalam kehidupan organisasi / lembaga itu selanjutnya.

Kejaksaan negeri sumber sebagai lembaga penegak hukum dalam ranga penyelenggaraan fungsi serta pelaksana tugas dan wewenang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku menetapkan Visi yaitu:
“ kejaksaan negeri sumber yang independen dengan posisi sentral dalam penegakan hukum guna mewujudkan supremasi hukum dan penghormatan HAM “
Adapun kejelasan Visi kejaksaan negeri sumber tersebut diatas adalah :
a.       Kejaksaan negeri sumber sebagai lembaga penegak hukum yang mandiri, tidak berada dibwah dan terlepas dari pengarruh badan / lembaga negara yang lain
b.      Kejaksaan negeri sumber sebagai lembaga yang inependen dalam penegakkan hukum pidana mempunyai cita-cita untuk mewujudkan tegaknya supremasi hukum dan penghormatan HAM Sumber
c.       Dalam pelaksanaan tugas sebagai penegak hukum dalam proses pidana kejaksaan negeri sumber memegang posisi, baik dalam penyidikan, penuntutan maupun eksekusi

2.4.2     MISI

Untuk mewujudkan Visi tersebut diatas kejaksaan negeri sumber harus mempunyai misi, dimana misi merupakan pernyataan yang menetapkan tujuan instansi pemerinta dan sarana yang ingin dicapai. Dengan ditetapkan misi diharapkan seluruh pegawai dan pihak yang berkepentingan dapat mengenal lembaga kejaksaan dan mengetahui peran dan program-programnya serta hasil yang akan diperoleh dimasa mendatang.

Adapun misi yang akan di tetapkan oleh kejaksaan negeri sumber adalah sebagai berikut :

a.                     Meningkatkan independensi lembaga kejaksaan dalam penegak hukum
b.                    Meningkatkan sumber kualitas dan sumber daya kejaksaan
c.                     Mewujudkan supremasi hukum dan HAM
d.                    Memperkuat kedudukan dan kewewenangan kejaksaan dalam penegak hukum
e.                     Meningkatkan peran kejaksaan dalam bidang Perdata dan Tata Usaha Negara
f.                     Meningkatkan peran kejaksaan dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum.


2.4.3        Penjelasan MISI :

1.       Meningkatkan kualitas sumber daya kejaksaan mengandung arti bahwa SDM Kejaksaan, sarana dan prasarana perlu ditingkatkan untuk mengimbangi tuntutan perubahan dan pembangunan hukum.
2.      Meningkatkan indepedensi lembaga kejaksaan dalam penegakan hukum untuk mewujudkan supremasi hukum dan HAM mengandung arti bahwa kewenangan kejaksaan harus bebas dari pengaruh eksekustif dalam melaksanakan perannya sebagai penuntut umum.
3.      Memperkuat kedudukan dan kewenangan kejaksaan sebagai posisi sentral harus dapat ditegakkan dalam melaksanakan perannya sebagai penuntut umum
4.      Meningkatkan peran kejaksaan dalam bidang perdata dan tata usaha negara mengandung arti bahwa kejaksaan harus dapat mewujudkan peran sebagai kantor pengacara negara
5.      Meningkatakan peran kejaksaan dalam bidang ketertiban dan keamanan umum mengandung arti bahwa kejaksaan hars melakukan upaya pretentif dan represif dan bidang ketertiban dan ketentraman umum melalui koor  i dengan instansi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada

2.5      TUJUAN DAN SASARAN

2.6.1         TUJUAN

Tujuan yang ditetapka untuk mencapai Visi dan Misi kejaksaan negeri sumber berdasarkan tugas-tugas pokok dan fungsi adalah sebagai berikut :
1.      Meningkatkan profesionalisme
2.      Meningkatkan sarana dan prasarana
3.      Meningkatkan kemandirian kejaksaan dalam penegakan hukum
4.      Menumbuhkan pemahaman masyarakat mengenai tugas dan fungsi kejaksaan sebagai lembaga hukum yang independen
5.      Meningkatkan supremasi hukum dan HAM
6.      Mewujudkan keadilan hukum bagi masyarakat
7.      Mewujudkan peran kejaksaan sebagai kantor pengacara negara
8.      Meningkatkan penyelesaian kasus-kasus DATUN yang ditangani oleh kejaksaan
9.      Meningkatkan pengawasan terhadap aliran kepercayaan, pengamanan peredaran barang-barang cetakan yang membahayakan bangsa dan negara
10.  Meningkatkan kesadaran hukum mayarakat.

2.6.2        SASARAN

Untuk mencapai tujuan tersebut diatas pada kejaksaan negeri sumber, maka dijabarkan sasarannya sebagai berikut :
1.      Meningkatkan jumlah aparatur keajaksaan yang memiliki kemampuan teknis ( PIDUM, PIDSUS, DATUN, INTEL, BIN )
2.      Meningkatkan kinerja dan integritas para jaksa dalam penanganan perkara
3.      Meningkatkan kemampuan mengangkut tahanan dalam proses persidangan
4.      Meningkatkan mobilitas operasional kejaksaan
5.      Meningkatkan kecepatan dan akurasi penyajian data
6.      Menurunnya jumlah campur tangan lembaga eksekutif dan legislatif dalam penanganan perkara
7.      Meningkatkan jumlah kasus pidana yang diselesaikan dari laporan masyarakat
8.      Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan tugas kejaksaan
9.      Menurunnya tekanan masyarakat dalam pelaksanaan tugas-tugas kejaksaan
10.  Meningkatka peran kejaksaan dalam penanganan perkara pidum
11.  Meningkatka peran kejaksaan dalam kasus HAM
12.  Menurunnya pengaduan/keluhan masyarakat pada aparat kejaksaan mengenai penanganan kasus-kasus pidana
13.  Meningkatknya jumlah laporan pengaduan masyarakat/ LSM mengenai pelanggaran hukum oleh aparatur negara
14.  Meningkatnya jumlah instansi pemerintah yang memanfaatkan jasa kejaksaan sebagai pengacara
15.  Meningkatnya jumlah intansi pemerintah yang memanfaatkan jasa kejaksaan untuk memeberikan pertimbangan dan pelayanan hukum
16.  Menurunnya jumlah tunggakan DATUN
17.  Meningkatkanya jumlah kualitas penyelesaian kasus DATUN
18.  Menurunnya jumlah aliran kepercayaan yang bertentangan dengan kaidah-kaidah hukum yang berlaku
19.  Menurunnya kasus-kasus penodaan agama
20.  Menurunnya jumlah peredaran barang-barang cetakan yang bertentangan dengan norma hukum dan kesusilaan
21.  Berkurangannya kasus SARA
22.  Berkurangnya pelanggaran hukum oleh masyarakat

2.6.3        CARA MENCAPAI TUJUAN DAN SASARAN

Cara mencapai tujuan dan sasaran merupakan strategi dari instansi pemerintah untuk merealisasika tujuan dan sasaran yang ditetapkan sebelumnya. Cara mencapai tujuan dan sasaran merupakan rencana menyeluruh dan terpadu mengenai upaya-upaya organisasi yang meliputi penetapan kebijakan, program dan kegiatan dengan memperhatikan sumber daya organisasi serta lingkungan yang dihadapi.

2.6.3.1  Kebijakan

Untuk mencapai tujuan sasaran pada lembaga kejaksaan negeri sumber maka memerlukan persepsi dan tekanan khusus dalam bentuk kebijakan kepala kejaksaan negeri sumber
Kebijakan yang ditetapkan oleh kejaksaan negeri sumber untuk mencapai tujuan sasaran lembaga kejaksaan negeri sumber adalah sebagai berikut :
a.       Memberikan dorongan kepada aparat kejaksaan untuk meningkatkan pengetahuan, kemampuan, dan kepemimpinan
b.      Memprioritaskan penyediaan sarana dan prasarana
c.       Meningkatkan sosiolisasi mengenai independen kejaksaan sebagai lembaga penegak hukum
d.      Menegakkan kewenangan kejaksaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
e.       Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada instansi pemerintah untuk memanfaatkan fungsi DATUN
f.       Memberikan dorongan untuk meningkatkan kegiatan dibidang ketertiban dan ketentraman umum

2.6.3.2  Program

Program merupakan pernyataan rinci tentang langkah-langkah yang diambil untuk menjabarkan kebijaksanaan tersebut di atas merupakan program sebagai berikut :
a.       Peningkatan pelaksanaan teknis aparat kejaksaan
b.      Peningkatan pengetahuan aparat
c.       Peningkatan waksat
d.      Peningkatan sarana, dan prasarana dan mobilitas
e.       Pemeliharaan sarana dan prasarana
f.       Pembinaan hukum
g.      Peningkatan kasus KKN
h.      Peningkatan koor  i antar aparatur penegak hukum
i.        Peningkatan pelaksanaan kewenangan kejaksaan pada instansi pemerintah
j.        Permasyarakatan DATUN kejaksaan pada instansi pemerintah
k.      Peningkatan kerja sama DATUN dengan instansi pemerintah
l.        Meningkatkan tugas-tugas intelejen kejaksaan
m.    Peningkatan BINMATKUM




2.6.3.3  Kegiataan

Kegiatan atau aktifitas merupakan suatu hal yang dominan dan vital bagi organisasi untuk pencapaian tujuan dan sasaran. Kegiatan merupakan penjabaran dari program kerja operasional.

Kegiatan yang di susun oleh kejaksaan negeri suatu tugas pokok dan fungsinya :

a.       Mengikutsertakan pegawai kejaksaan dalam pendidikan penjenjangan DIKLAT PIM I dan II
b.      Melaksanakan rapat paripurna
c.       Eksaminasi perkara yang ditangani
d.      Pemeliharaan gedung kantor
·         Pemeliharaan kendaraan   
·         Pemeliharaan inventarsi motor
·         Pemeliharaan komputer
·         Pemeliharaan inventasris sepeda motor
·         Pemeliharaan mesin tik
e.       Penyuluhan hukum terhadap   
f.       Penyuluhan hukum kepada masyarakat
g.      Menginventarisir terhadap berbagai kasus yang berindekasi tindak pidana umum, KKN dan pelanggaran HAM yang belum termasuk daftar yang perlu di tindak lanjuti secara hukum
h.      Menangani dan menuntaskan setiap laporan KKN yang diterima dari masyarakat
i.        Melaksanakan raktor KEHDIILJAPOL secara berkala
j.        Memberikan petunjuk kepada penyidik dalam penanganan perkara pidana
k.      Memberikan petunjuk pada pari kasi mengenai pemantapan pelaksanaan kewenangan kejaksaan sebagai posisi sentral
l.        Melakukan sosialisasi DATUN kepada instansi pemerintah melalui audensi
m.    Melakukan sosialisasi DATUN melalui media cetak
n.      Melakukan sosialisasi DATUN melalui media elektronik
o.      Mengadakan kerjasama DATUN dengan instansi pemerintah
p.      Memberikan bantuan hukum, pertimbangan hukum dan pelyanan hukum kepada instansi pemerintah
q.      Menyelengarakan PAKEM
r.        Melaksanankan operasi penyelidikan dan pengamanan peredaran barang cetakan yang bertentangan dengan norma hukum dan kesusilaan
s.       Menyebarkan hasil-hasil kegiatan yang telah dicapai kejaksaann lewat media masa
t.        Membuat brosur yang berkaitan dengan masalah hukum
u.      Melakukan penyuluhan/penerangan hukum

Untuk memudahkan penyusunan rencana strategis sebagaimana diuraikan diatas maka dibuat ssuatu kerangka perencanaan strategis tahun pertama dan 5 (lima) tahun dalam bentuk formulir PS-1 yang terdapat dalam lampiran 1.
2.7       Struktur Organisasi    Kejaksaan Negeri Sumberani







2.8    Tugas Pokok Dan Fungsi (Tupoksi)

Ada 5 bidang diantara nya:

1.      Intelejen
2.      Tindak pidana Umum (pidum)
3.      Tindak pidana khusus
4.      Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun)
5.      Pembinaan (Bin)
2.7.1     INTELEJEN

a.       Menangani dan meneliti perkembangan di lapangan yang berkaitan dengan masalah hukum.
b.      Bekerjasama dengan Unsur (BAKORINDA) Kab. Cirebon
(Badan Koor  i Intel Daerah) untuk bekerjasama yang bertujuan untuk menindak lanjut  situasi yang berkembang di daerah, khususnya di Kab. Cirebon.
c.       Menerima dan menelaah laporan dari masyarakat untuk dijadikan produk hukum yang tentunya berkaitan dengan situasi yang berkembang di Kab. Cirebon.
d.      Melakukan kegiatan intelijen penyelidikan, pengamanan dan penggalangan untuk melakukan pencegahan tindak pidana guna mendukung penegakan hukum baik preventif maupun represif di bidang ideologi, politik, ekonomi, keuangan, sosial budaya, pertahanan dan keamanan, melaksanakan cegah tangkal terhadap orang-orang tertentu dan/atau turut menyelenggarakan ketertiban dan ketentraman umum dan penanggulangan tindak pidana serta perdata dan tata usaha negara di daerah hukumnya;
e.       Memberikan dukungan intelijen Kejaksaan bagi keberhasilan tugas dan kewenangan Kejaksaan, melakukan kerjasama dan koor  i serta pemantapan kesadaran hukum masyarakat di daerah hukumnya.

Dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 516, Asisten Bidang Intelijen menyelenggarakan fungsi :
  1. perumusan kebijakan teknis kegiatan dan operasi intelijen Kejaksaan berupa pemberian bimbingan dan pembinaan dalam bidang tugasnya;
  2. melakukan koor  i, perencanaan dan penyusunan kebijakan di bidang intelijen dengan didasarkan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan dengan bidang terkait;
  3. perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian teknis kegiatan dan operasi intelijen Kejaksaan berupa penyelidikan, pengamanan dan penggalangan untuk mendukung kebijakan penegakan hukum baik preventif maupun represif mengenai upaya penyelamatan, pemulihan keuangan negara dan perekonomian negara, kinerja tindak pidana umum;
  4. pelaksanaan supervisi serta pemberian dukungan terhadap lembaga negara, lembaga pemerintah dan non pemerintah serta lembaga lainnya dalam rangka pelaksanaan sistem pengawasan dan pengendalian internal/eksternal dalam upaya pencegahan dan penanggulangan tindak pidana;
  5. pelaksanaan program pencegahan dan penanggulangan tindak pidana, sosialisasi pencegahan dan penanggulangan tindak pidana kepada pejabat negara, penyelenggara negara, organisasi non pemerintah serta elemen masyarakat lainnya;
  6. perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian teknis kegiatan dan operasi intelijen Kejaksaan berupa penyelidikan, pengamanan dan penggalangan untuk mendukung kebijakan penegakan hukum baik preventif maupun represif mengenai cegah tangkal, pengawasan media massa, barang cetakan, orang asing, pengawasan aliran kepercayaan masyarakat dan keagamaan meliputi aliran-aliran keagamaan, kepercayaan-kepercayaan budaya, mistik-mistik keagamaan, mistik-mistik budaya, perdukunan, pengobatan pertabiban secara kebatinan, peramalan paranormal, akupuntur, shin-she, metafisika dan lain-lain yang dapat membahayakan masyarakat dan negara, pencegahan dan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama, ideologi, politik, sosial, budaya dan pertahanan dan keamanan, persatuan dan kesatuan bangsa, pelanggaran hak asasi manusia, pencarian dan penangkapan buron Kejaksaan, serta pemberian dukungan kinerja pelaksanaan tugas bidang pembinaan dan bidang pengawasan;
  7. perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian teknis kegiatan dan operasi intelijen Kejaksaan berupa penyelidikan, pengamanan dan penggalangan untuk mendukung kebijakan penegakan hukum baik preventif maupun represif dalam rangka menyelenggarakan persandian, administrasi dan produksi intelijen;
  8. perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian teknis kegiatan penerangan dan penyuluhan hukum, peningkatan kesadaran hukum masyarakat, hubungan media massa, hubungan kerjasama antar lembaga negara, lembaga pemerintah dan non pemerintah, pengelolaan Pos Pelayanan Hukum dan Penerimaan Pengaduan Masyarakat, pengelolaan informasi dan dokumentasi untuk mewujudkan pelayanan yang cepat, tepat dan sederhana sesuai petunjuk teknis standar layanan informasi publik secara nasional dalam rangka mendukung keberhasilan tugas, wewenang dan fungsi serta pelaksanaan kegiatan Kejaksaan;
  9. pengamanan teknis dan non teknis di lingkungan unit kerja Asisten bidang Intelijen terhadap pelaksanaan tugas pada unit kerja bidang intelijen dan unit kerja lainnya di lingkungan Kejaksaan Tinggi, meliputi sumber daya manusia, material/aset, data dan informasi/dokumen melalui kegiatan/operasi intelijen dengan memperhatikan prinsip koor  i;
  10. pembinaan dan pelaksanaan kerjasama dengan kementerian, lembaga pemerintahan non kementerian, lembaga negara, instansi dan organisasi lain terutama pengkoor  ian dengan aparat intelijen lainnya di tingkat provinsi;
  11. pemberian saran pertimbangan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi dan pelaksanaan tugas lain sesuai dengan petunjuk Kepala Kejaksaan Tinggi.

2.7.2        TINDAK PIDANA UMUM (PIDUM)
Asisten Bidang Tindak Pidana Umum :
Asisten Bidang Tindak Pidana Umum mempunyai tugas melaksanakan pengendalian, prapenuntutan, pemeriksaan tambahan, penuntutan, penetapan hakim dan putusan pengadilan, pengawasan terhadap pelaksanaan pidana bersyarat, pidana pengawasan, pengawasan terhadap pelaksanaan putusan lepas bersyarat dan tindakan hukum lainnya dalam perkara tindak pidana umum;

Dalam melaksanakan tugas, Asisten Bidang Tindak Pidana Umum menyelenggarakan fungsi :
  1. penyiapan rumusan kebijaksanaan teknis kegiatan yustisial pidana umum di bidang tindak pidana umum berupa pemberian bimbingan, pembinaan dan pengamanan teknis;
  2. perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian kegiatan prapenuntutan, pemeriksaan tambahan, penuntutan dalam perkara tindak pidana terhadap keamanan negara dan ketertiban umum, tindak pidana terhadap orang dan harta benda serta tindak pidana umum yang diatur diluar kitab undang-undang hukum pidana;
  3. pengendalian dan pelaksanaan penetapan hakim serta putusan pengadilan, pengawasan terhadap pelaksanaan pidana bersyarat, pidana pengawasan, pengawasan terhadap pelaksanaan putusan lepas bersyarat dan tindakan hukum lain dalam perkara tindak pidana umum serta pengadmintrasiannya;
  4. pembinaan kerjasama dan koor  i dengan instansi serta pemberi bimbingan dan petunjuk teknis dalam penanganan perkara tindak pidana umum kepada penyidik;
  5. penyiapan saran, konsepsi tentang pendapat dan pertimbangan hukum Jaksa Agung mengenai perkara tindak pidana umum dan masalah hukum lainnya dalam kebijaksanaan penegakan hukum;
  6. pembinaan dan peningkatan kemampuan, keterampilan dan integritas kepribadian aparat tindak pidana umum daerah hukum kejaksaan tinggi yang bersangkutan;
  7. pengamanan teknis atas pelaksanaan tugas dan wewenang kejaksaan di bidang tindak pidana umum.
  8. Menangani perkara tindak pidana umum, seperti :
·         Perjudian
·         Kenakalan remaja
·         Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)
·         Pemerkosaan
·         Pencurian

2.7.3        TINDAK PIDANA KHUSUS (PIDSUS)
Asisten Bidang Tindak Pidana Khusus :
Asisten Tindak Pidana Khusus mempunyai tugas melakukan kegiatan penyelidikan, penyidikan, pra penuntutan, pemeriksaan tambahan, penuntutan, pelaksanaan penetapan hakim, putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, upaya hukum, pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan lepas bersyarat dan putusan pidana pengawasan, eksaminasi serta tindakan hukum lainnya dalam perkara tindak pidana khusus.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 544, Asisten Tindak Pidana Khusus menyelenggarakan fungsi :
  1. Penghimpunan data laporan dari Kejaksaan Negeri , pengadministrasian, penelitian dan pengolahan serta penyiapan laporan;
  2. Perumusan kebijaksanaan teknis dan adminstratif untuk kepentingan pemberian bimbingan dan pengendalian kepada eselon bawahan dalam penyelenggaraan penanganan perkara tindak pidana khusus serta penyusunan statistik kriminal dan analisis kriminalitas;
  3. Perencanaan dan pelaksanaan kegiatan penyidikan penuntutan, eksekusi dan eksaminasi terhadap tindak pidana khusus, pengadminstrasian dan pendokumentasian serta penyusunan statistik kriminil dan analisis kriminalitas yang bertalian dengan tindak pidana khusus;
  4. Penyiapan konsepsi bahan pertimbangan rencana pendapat dan saran untuk kepentingan penyusunan kebijaksanaan pimpinan mengenai pelaksanaan tugas Kejaksaan dalam melaksanakan penanganan perkara tindak pidana khusus;
  5. Pengamanan teknis atas penanganan perkara sesuai dengan kebijaksanaan dan pengarahan yang digariskan oleh Jaksa Agung, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus atau Kepala Kejaksaan Tinggi yang bersangkutan.
  6. Menangani dan menerima laporan di masyarakat yang berkaitan dengan tindak pidana khusus, seperti : korupsi

2.7.4        PERDATA DAN TATA USAHA NEGARA (DATUN)
Asisten Bidang Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara :
Asisten Bidang Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara adalah unsur pembantu pimpinan yang mempunyai tugas melaksanakan dan atau mengendalikan penegakan, bantuan, pertimbangan, pelayanan hukum dan tindakan hukum lain kepada negara, pemerintah, BUMN, BUMD dan masyarakat di bidang perdata, tata usaha negara serta melaksanakan pemulihan dan perlindungan hak, menegakkan kewibawaan pemerintah dan negara di daerah hukum Kejaksaan Tinggi yang bersangkutan.

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 553, Asisten Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara menyelenggarakan fungsi :
  1. penyiapan perumusan kebijaksanaan teknis berupa pemberian bimbingan, pembinaan dan pengamanan teknis di bidang perdata dan tata usaha negara;
  2. penyiapan bahan perencanaan dan pelaksanaan penegakan, bantuan, pertimbangan, pelayanan hukum dan tindakan hukum lain, baik sebagai penggugat maupun tergugat untuk mewakili kepentingan negara, pemerintah, BUMN, BUMD di dalam maupun di luar pengadilan serta memberi pelayanan hukum kepada masyarakat;
  3. pelaksanaan dan pengendalian gugatan uang pengganti atas putusan pengadilan, gugatan ganti rugi untuk menyelamatkan kekayaan negara terhadap perbuatan yang merugikan keuangan negara;
  4. pembinaan kerja sama, koor  i dengan instansi terkait memberikan bimbingan dan petunjuk teknis dalam penanganan perkara perdata dan tata usaha negara di daerah hukum Kejaksaan Tinggi yang bersangkut;
  5. penyiapan bahan saran, konsep pendapat dan pertimbangan hukum mengenai perdata dan tata usaha negara dan masalah hukum lainnya dalam kebijaksanaan penegakan hukum;
  6. pembinaan dan peningkatan kemampuan, keterampilan dan integritas aparat perdata dan tata usaha negara di daerah hukum Kejaksaan Tinggi yang bersangkutan.
  7. Menangani laporan masyarakat yang berkaitan dengan bantuan hukum seperti: tindak pidana utang piutang, waris, dan pendapatan hukum yang berkaitan dengan masalah perdata (datun).
  8. Kejaksaan dengan kuasa khusus, dapat bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah.
2.7.5        PEMBINAAN (BIN)
Asisten Bidang Pembinaan :
Asisten Bidang Pembinaan mempunyai tugas melaksanakan pembinaan atas manajemen, perencanaan dan pelaksanaan pembangunan prasarana dan sarana, pengelolaan pegawai, keuangan, perlengkapan, organisasi dan tatalaksana, pengelolaan atas milik negara yang menjadi tanggung jawabnya, pengelolaan data dan statistik kriminal serta penerapan dan pengembangan teknologi informasi, memberikan dukungan pelayanan teknis dan adminstrasi bagi seluruh satuan kerja di lingkungan Kejaksaan tinggi bersangkutan dalam rangka memperlancar pelaksanaan tugas.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana di maksud dalam Pasal 497, Asisten Bidang Pembinaan menyelenggarakan fungsi :
  1. penyiapan perumusan kebijaksanaan teknis di bidang pembinaan berupa bimbingan, pembinaan dan pengamanan teknis;
  2. koor  i, integrasi dan sinkronisasi serta pembinaan kerjasama seluruh satuan kerja di bidang administrasi;
  3. penyiapan rencana dan koor  i perumusan kebijaksanaan dalam penyusunan rencana dan program pembangunan prasarana dan sarana, pemantauan, penilaian serta pengendalian pelaksanaannya;
  4. pembinaan manajemen, organisasi tatalaksana, analisis jabatan, jabatan fungsional Jaksa, urusan ketatausahaan dan pengelolaan keuangan, kepegawaian, perlengkapan perpustakaan, dan milik negara yang menjadi tanggung jawabnya;
  5. pembinaan dan peningkatan kemampuan, ketrampilan dan integritas kepribadian aparat Kejaksaan;
  6. melaksanakan pembinaan manajemen terhadap pengelolaan data dan statistik kriminal serta penerapan dan pengembangan teknologi informasi di lingkungan Kejaksaan Tinggi.
  7. Menangani masalah-masalah intel seperti, gaji berkala, kenaikan pangkat, daftar penilaian pekerja (DP3).
2.8      PROGRAM KEGIATAN TAHUN 2013

2.8.1        Program kegiatan PIDANA UMUM (PIDUM)
1.      Peningkatan Kor  i antara aparat penegak hukum.
a.       Memberikan petunjuk kepada penyidik dalam penanganan perkara pidana sebanyak 58 kasus.
2.      Peningkatan pelaksanaan kewenangan kejaksaan dalam hukum pidana
a.       Memberikan petunjuk kepada Kasi mengenai pelaksanaan kewenangan bidang pidana sebanyak 4 buah.
b.      Pengawasan terhadap pelaksanaan kewenangan Kejaksaan sebanyak 2 kali.
3.      Peningkatan Koor  i antar aparat Hukum.
4.      Peningkatan pelaksanaan Kewengan Kejaksaan dalam hukum pidana




2.8.2        Program kerja PIDANA KHUSUS

1.      Pembinaan Hukum.
a.       Penyuluhan Hukum kepada   , badan dan lembaga pemerintah.
b.      Penyuluhan kepada masyarakat sebanyak 12 kali.
2.      Peningkatan penyelesaian kasus KKN.
a.       Mengintervarisir terhadap berbagai kasusyang berindikasi tindak pidana korupsi dan KKN.
b.      Menangani dan menuntaskan setiap laporan KKN yang di terima dari masyarakat sebanyak 3 kasus.
3.      Peningkatan Kor  i antara aparat penegak hukum.

a.       Memberikan petunjuk kepadapeyidik dalam penanganan perkara pidana sebanyak 3 kasus.
b.      Memberikan petunjuk kepada Kasi mengenai pelaksanaan kewenangan bidang pidana sebanyak 4 buah.
2.8.3        Program kegiatan INTELIJEN.
1.      Meningkatkan tugas-tugas Intelijen Kejaksaan.
a.       Menyelenggarakan koor  i panitia PAKEM sebanyak 3 kali.
b.      Melaksanakan Operasi Penyelidikan dan pengamanan barang cetakanyang bertentangan dengan norma hukum dan kesusilaan sebanyak 3 kali.
c.       Menyebar luaskan hasil kegiatan yang telah di capai Kejaksaan padamedia massa sebanyak 3 kali.
2.      Peningkatan BINMATKUM.
a.       Memuat brosur yang berkaitan dengan masalah hukum sebanyak 6.500 lembar.
b.      Melakukan penanganan atau penyuluhan hukum sebanyak 15 kali.
2.8.4        Program kegiatan DATUN.
1.      Pemasyarakatan fungsi-fungsi DATUN Kejaksaan kepada Intansi Pemerintah.
a.       Melakukan sosialisasi DATUN kepada intansi Pemerintah melalui audensi sebanyak 8 kali.
2.      Peningkatan kerja DATUN dengan Intansi Pemerintah.
a.       Mengadakan perjanjian kerjasama DATUN dengan Intansi Pemerintah sebanyak 7 kali.
b.      Memberikan bantuan hukum pertimbangan hukum dan pelayanan hukum kepada Intansi Pemerintah sebanyak 7 kali.
2.8.5        Program Kegiatan PEMBINAAN
1.      Peningkatan kemampuan teknis aparat Kejaksaan.
a.       Mengikutsertakan para jaksa untuk mengikuti Diklat Teknis Pidum, Pidus, Datun, intel was Bin 7 orang.
b.      Mengikutsertakan pegawai Kejaksaan dalam Pendidikan penjenjangan DIKLAT PIM III dan II sebanyak 1 orang.
2.      Pingkatan Waskat.
a.       Melaksanakan rapat staf paripurna sebanyak 4 kali per tahun.
b.      Eksaminasi perkara yang di tangani 1kali per tahun.
3.      Pemelihaan sarana dan prasarana.
a.       Pemeliharaan gedung kantor 400m2 .
b.      Pemeliharaan kendaraan    7 unit.
c.       Pemeliharaan inventaris lainnya termasuk komputer 4 unit.
d.      Pemeliharaan mesin tik 14 unit.


















BAB III
PEMBAHASAN DAN TEMUAN

3.3.KONSEP DAN TEORI-TEORI DARI PAKAR
Pengwasan memegang peranan penting dalam mewujudkan efeksivitas pelaksanaan suatu pekerjaan. Hal ini sesuai denganpendapat Handayaningrat (1996 : 160) bahwa : “pengawasan dilakukan agar diperoleh hasil pekerjaan yang berdaya guna (efisien) dan berhasilguna (efektif)”.
            Menurut Etzioni (1985 : 12) : “efeksivitas merupakansuatu usaha untuk mengukur sejauh mana keberasilan sebuah organisasi dalam mencapai tujuan”. Sedangkan menurut handayaningrat (1996 : 16) lebih lanjut menegaskan :
            Jelasnya bila sasaran atau tujuan telah tercapai sesuai dengan yang di rancanakan sebelumnya adalah Efektiv. jadi kalau tujuan atau sasaran itu tidak sesuai dengan waktu yang telah di tentukan, pekerjaan itu tidak Efektiv.

Berdasarkan pendapat di atas, maka Efeksivitas merupakan suatu ukuran atau indikator keberhasilan pencapaian tujuan organisasi. Hal ini berarti, tingkat efeksivtas yang dicapai mencerminkan tingkat keberhasilan pencapaian tujuan organisasi.
Aspek-aspek yang bisa dipergunakan dalam pengukuran efektivitas kerja itu bisa dari beberapa hal, misalnya dari perencanaan, dari pelaksanaan atau dari hasil evaluasi seluruh kegiatan.
                        Pengukuran efektivitas kerja didasarkan pada beberapa hal seperti yang dikemukakan oleh Sondang P. Siagian (1985:32) bahwa:
Efektivitas kerja karyawan dapat diukur dari beberapa hal yaitu: kejelasan tujuan yang hendak dicapai, kejelasan strategi pencapaian tujuan, proses analisa dan perumusan kebijaksanaan yang mantap, perencanaan yang matang, penyusunan program yang tepat, tersedianya sarana dan prasarana kerja, pelaksanaan yang efektif dan efisien, sistem pengawasan dan pengendalian yang mendidik.

Untuk memahami aspek-aspek dari pengukuran efektivitas kerja di atas, penulis menguraikan sebagai berikut:
a.       Proses pencapaian tujuan organisasi; akan lebih lancar, tertib, dan efektif apabila dalam pribadi anggota organisasi, telah tertanam kesadaran dan keyakinan yang mendalam bahwa tercapainya tujuan organisasi pada dasarnya berarti tercapainya pula tujuan mereka secara pribadi.
b.      Strategi pencapaian tujuan; merupakan langkah kedua dari pimpinan dalam mengelola organisasi secara efektif dan efisien. Pencapaian tujuan secara efektif dan efisien tentunya sangat ditentukan oleh efektivitas kerja karyawan. Sedangkan efektivitas kerja karyawan itu sendiri sangat mengharapkan kejelasan strategi pencapaian tujuan, sehingga hal itu menjadi salah satu aspek dasar pengukuran efektivitas kerja.
c.       Proses analisa dan perumusan kebijakan yang mantap; untuk mencapai efektivitas kerja memerlukan job deskripsi yang tegas dengan job analisa yang jelas, sehingga proses memanage karyawan dapat dilaksanakan dengan baik dan tepat.
d.      Perencanaan yang matang merupakan acuan kerja setiap organisasi bila perencanaannya matang, maka pelaksanaan yang dilakukan memungkinkan lancarnya proses kerja yang efektif dan efisien. Karena perencanaan menjadi acuan untuk kerja, dimana dalam perencanaan tersebut tertuang berbagai tujuan dan target, maka rencana dapat dijadikan aspek dasar sebagai acuan pula untuk mengevaluasi hasil kerja
e.       Penyusunan program yang tepat; pada hakekatnya adalah merumuskan sekarang apa yang dikerjakan oleh orang dimasa depan. Jelaslah bahwa salah satu aspek efktivitas kerja adalah sampai sejauhmana: a) memperkirakan keadaan yang dicapai, b) mengambil keputusan dalam menghadapi masa depan, c) meningkatkan orientasi masa depan, d) mengambil resiko yang telah diperhitungkan, e) memperhitungkan faktor-faktor pembatas yang diduga akan menghadapi dalam berbagai segi kehidupan organisasi, f) memperhitungkan situasi lingkungan yang akan timbul baik yang bersifat politik, ekonomi, nilai-nilai sosial, ilmu pengetahuan dan teknologi.
f.       Tersedianya sarana dan prasarana kerja; bila sarana kerja ternyata tidak lengkap, maka perkataan yang tepat adalah bagaimana mencapai efektivitas kerja yang tinggi dengan sarana dan prasarana yang ada. Pelaksanaan yang efektif dan akan tetapi tentunya jauh berbeda hasil yang akan dicapai, bila perkataan itu diungkapkan oleh seorang pemimpin dalam suatu organisassi yang sarana dan prasarananya lengkap.
g.      Pelaksanaan yang efektif dan efisien; kejelasan tujuan, tepatnya strategi, efektivitas proses perumusan kebijakan, matangnya rencana, kelengkapan sarana memadai, semua itu akan sangat kurang berarti bila pelaksanaan kerja secara operasional tidak efektif dan tidak efisien. Karena dengan pelaksanaan itulah yang akan mendekatkan suatu rencana atau harapan pada tujuan dengan target yang telah ditetapkan sebelumnya. Pelaksanaan yang efektif dan efisien dapat dikatakan sebagai salah satu kunci yang akan menentukan efektifitas kerja karyawan dalam pencapaian tujuan yang tinggi.
h.      Sistem pengawasan dan pengendalian yang mendidik; merupakan aspek terakhir yang mudah diucapkan tetapi sukar dilaksanakan oleh seorang pimpinan. Banyak faktor yang dapat membentuk pimpinan menjadi seorang pengawas dan pengendali yang mendidik, misalnya dengan mendalami ilmu manajemen, pengalaman kerja, sifat bawaan, tingkat IQ yang tinggi dan lain-lain. Semua faktor itu dapat menjamin terbentuknya pengawas dan pengendali yang mendidik bila hanya berdiri sendiri, biasanya kelemahan yang lain akan mudah terlihat atau terasa oleh para karyawan.

            Pengertian Efeksivitas menurut Siagian (1996 : 151) yaitu sebagai berikut:

Efeksivitas kerja adalah penyelesaian pekerjaan tepat pada waktu yang telah ditentukan sebelumnya. Artinya apakah pelaksanaan sesuatu itu tergantung pada bilamana tugas itu di selesaikan dan tidak terutama menjawab pertanyaan cara melaksanakannya dan berapa biaya yang di keluarkan untuk itu.
            Pada bukunya yang lain, Siagian (1998:1510 mengemukakan tentang efektivitas yaitu sebagai berikut :
Kalau seseorang berbicara tentang efektivitas sebagai orientasi kerja berarti yang menjadi sorotan perhatiannya ialah tercapainya berbagai sasaran telah ditentukan tepat pada waktunya dengan menggunakan sumber-sumber tertentu yang sudah dialokasikan untuk melakukan berbagai kegiatan tersebut. Artinya jumlah dan sumber-sumber yang akan digunakan sudah ditentukan sebelumnya dicapai dalam batas waktu yang telah ditetapkan pula.

Berdasarkan pendapat Siagian (1998:151) di atas, maka kriteria efektivitas terdiri dari :
1.      Tercapainya tujuan dan sasaran. Apabila tujuan dan organisasi tercapai maka dikatakan efektivitas serta bobot pencapaian tujuan dan sasaran itu menunjukan efektif.
2.      Ketepatan waktu pencapaian sasaran dan penyelesaian kegiatan. Apabila pencapaian sasaran dan penyelesaian pekerjaan tepat waktu atau dapat dilakukan sebelum waktu yang telah ditetapkan, maka disebut efektif.
3.      Pemanfaatan sumber-sumber secara optimal. Apabla sumber-sumber yang tersedia, baik sumber daya maupun sumber lain yang dapat dimanfaatkan secara optimal maka disebut efektif. Optimalisasi pemanfaatan sumber-sumber ini mencerminkan tingkat efektivitasnya.

Dari pengertian-pengertian efektivitas tersebut dapat disimpulkan bahwa
efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target
(kuantitas,kualitas dan waktu) yang telah dicapai oleh manajemen, yang mana target tersebut sudah ditentukan terlebih dahulu.

Efektif tidaknya suatu organisasi atau perusahaan dalam mewujudkan tujuannya tidak terlepas dari keefektivan individu yang ada didalam organisasi itu sendiri, berikut ini disajikan gambar mengenai hubungan ketiga perspektif tersebut

            Dari gambar diatas penulis dapat simpulkan bahwa dari 3 perspektif keefektivan, yang mempengaruhi efektifitas kerja adalah keefektivan individu, karena penyebab keefektivan individu seperti yang tertulis dalam gambar merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi sikap kerja karyawan.
Adapun syarat-syarat eksplisit mengenai efektivitas kerja menurut Richard M.Steers (1985:135) adalah
a.       Setiap organisasi harus mampu membina dan mempertahankan suatu jumlah pekerja terampil
b.      Organisasi harus mampu memiliki prestasi, peranan yang dapat diandalkan dari pada karyawannya.
c.       Organisasi yang efektif juga menuntut agar para karyawannya mengusahakan bentuk tingkah laku yang spontan dan inisiatif.

Berdasarkan pendapat di atas bahwa untuk mencapai sasaran organisasi secara efektif diperlukan pula penanganan pekerjaan yang efektif. Prinsip kerja efektif tersebut menurut Komarudin (1993:42-43):
a.       Rencana
Merencanakan sesuatu dengan tepat, berarti anda harus menyelesaikan
1.      Pekerjaan apakah yang diselesaikan?
2.      Bagaimanakah melaksanakannya?
3.      Kapankah anda selesaikan?
4.      Dimana anda selesaikan?
5.      Berapakah kecepatan melaksanakannya?

b.      Jadwal
Pekerjaan haruslah anda jadwalkan. Suatu jadwal yang efektif haruslah
1.      Pasti
2.      Selaras dengan jadwal-jadwal lainnya
3.      Sulit tercapai namun mungkin tercapai
4.      Anda pegang dan teguh

c.       Pelaksanaan
Kemudian rencana itu anda selesaikan dengan
1.      Terampil
2.      Teliti
3.      Cepat
4.      Tanpa usaha yang tidak perlu
5.      Tanpa penundaan yang tidak perlu

d.      Pengukuran
Pekerjaan yang anda laksanakan haruslah diukur
1.      Berdasarkan potensi anda
2.      Berdasarkan laporan anda yang telah lalu
3.      Berdasarkan laporan orang lain yang telah lalu
4.      Berdasarkan kuantitas
5.      Berdasarkan kualitas

e.       Kontraprestasi
Andai kata tugas anda selesai dengan efektif anda selayaknya mendapat balas jasa berupa:
1.      Syarat kerja yang baik
2.      Kesehatan yang baik
3.      Kebahagiaan
4.      Pengembangan diri
5.      Uang

Berdasarkan pada uraian di atas maka dapat diambil kesimpulan faktor yang berpengaruh dalam efektivitas kerja suatu organisasi adalah faktor manusia sebagai para pekerjanya. Keterkaitan manusia pada organisasi yang dibentuknya tidak lain untuk memberi tatanan fasilitas internal dan iklim organisasi untuk mendapat mencapai sasaran yang dikehendaki. Bila masing-masing individu dalam organisasi memiliki komitmen yang tinggi dalam menyelesaikan pekerjaan maka kondisi ini akan membantu peningkatan efektivitas yang pada akhirnya memberikan kontribusi kepada pencapaian efektivitas kelompok dan efektivitas organisasi secara keseluruhan.

            Dengan demikian maka untuk mencapai tingkat efektivitas kerja yang tinggi, tentunya harus memperhatikan kriteria-kriteria efektivitas kerja baik yang berasal dari para karyawan itu sendiri dengan berbagai kemampuan dan kelemahannya maupun dari lingkungan mereka bekerja baik dengan teman sejawat ataupun dengan pimpinannya.
            Richard M.Steers (1985:206) mengemukakan lima kriteria yang harus diperhatikan dalam pencapaian efektivitas kerja karyawan yaitu, “Efektifitas kerja dalam suatu organisasi memiliki beberapa kriteria yang harus diperhatikan yaitu kemampuan menyesuaikan diri, Produktivitas, Kepuasan kerja, Kemampuan berlaba, Pencarian sumber daya”.
            Agar dapat lebih dipahami, penulis akan kemukakan aspek-aspek pengukuran efektivitas kerja secara terperinci. Faktor pertama yaitu kemampuan menyesuaikan diri yaitu suatu kemampuan dan kesanggupan yang dimiliki oleh setiap karyawan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan, yang meliputi:
a.       Hubungan sesama karyawan termasuk sikap terhadap pimpinan.
b.      Kemampuan untuk menerima dan memahami pekerjaan yang dilimpahkan dengan cepat.
c.       Kemampuan untuk mempergunakan mesin-mesin atau teknologi yang digunakan dalam lingkungan organisasi
Kemampuan untuk menyesuaikan diri yang dimiliki setiap karyawan ini dapat menentukan tingkat pencapaian efektivitas kerja
Faktor kedua yang harus diperhatikan adalah produktivitas kerja. Richard M. Steers (1985:192) mengemukakan bahwa “Produktivitas kerja adalah bagaimana pemanfaatan yang dilakukan oleh karyawan atas sumber-sumber yang ada dalam organisasi secara keseluruhan adalah apa yang disebut man, money, material, machine, method and market. Apabila karyawan dapat memanfaatkan dan memadukan sumber-sumber tersebut yang pada akhirnya tercapai tujuan organisasi, ini berarti efektivitas kerja tercapai.
Faktor ketiga adalah kepuasan kerja. Rihard M. Steers (1985:192) mengemukakan bahwa “Kepuasan tinggi dapat menyenangkan para pekerja, sehingga para pekerja cenderung bekerja dalam kondisi yang positif yang diinginkan bersama”. Dengan kondisi kerja yang positif, berarti para karyawan bekerja sesuai dengan prosedur, mereka tidak menyepelekan pekerjaannya, memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi sehingga akhirnya akan mencapai efektivitas yang tinggi pula.
Faktor keempat kemampuan berlaba sebenarnya merupakan kondisi sejauhmana faktor pertama yaitu kemampuan menyesuaikan diri, faktor kedua yaitu produktivitas kerja, dan faktor ketiga yaitu kepuasan kerja telah dimiliki oleh para karyawan  sehingga terlihat hasil kerja mereka. Kemampuan berlaba yang tinggi akan memperlihatkan tingkat efektivitas kerja yang tinggi pula, sehingga pada akhirnya menjadi ciri tercapainya tujuan organisasi.
Faktor terakhir yang harus diperhatikan dalam pencapaian efektivitas kerja adalah pencarian sumber daya. Richard M. Steers (1985:192) mengemukakan bahwa pencarian sumber daya mencakup tiga bidang yang saling berhubungan yaitu:
1.      Kemampuan mengintegrasikan berbagi sub sistem sehingga mampu mengkoor  ikan dengan tepat dan mengarah pada tujuan organisasi dengan efektif.
2.      Penetapan dan pemeliharaan pedoman-pedoman kebijakan yang mendukung peningkatan efektivitas kerja mereka.
3.      Penelaahan organisasi itu sendiri dengan mengadakan umpan balik dan pengendalian.

Ketiga bidang tersebut tidak dapat terpisah satu sama lain, tetapi harus dilakukan ketiga-tiganya dengan seiring dan sejalan ketiganya merupakan usaha pemanfaatan sumber daya sehingga pada akhirnya akan mencapai efektivitas kerja yang diharapkan.




3.4.POKOK TEMUAN MASALAH

Analisis pencapaian kinerja

1.      Pelaksanaan program peningkatan teknis aparatur    Kejaksaaan Negeri Sumber terkendala oleh :

  1. Kurangnya pengawasan efektivitas kerja pegawai dalam ketepatan waktu

















BAB IV
PENUTUP

4.1.KESIMPULAN

Kejaksaan adalah lembaga Negara yang melaksanakan kekuasaan Negara, khususnya dibidang penuntutan. Sebagai badan yang berwenang dalam penegakan Hukum dan keadilan, Kejaksaan di pimpin oleh Jaksa Agung yang dipilih oleh dan bertanggung jawab kepada presiden. Kejaksaan Agung , Kejaksaan Tinggi, dan Kejaksaan negeri merupakan kekuasaan negara khususnya dibidang penuntutan, dimana semuaya merupakan satu kesatuan yang utuh yang tidak dapat dipisahkan.
Kedudukan kejaksaan negeri sumber adalah kejaksaan di Kab cirebon dengan daerah hukum meliputi daerah Kab Cirebon.
Kejaksaan negeri sumber melakukan fungsi, tugas, wewenang, dan tanggung jawab didaerah hukum.  Kejaksaan sumber sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh jaksa agung.
Untuk melakukan tugas terebut diatas, Kejaksaan Negeri Sumber Ada 5 bidang untuk mencapai tugas diantara nya:

1.      Intelejen
2.      Tindak pidana Umum (pidum)
3.      Tindak pidana khusus
4.      Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun)
5.      Pembinaan (Bin)
Namun dalam upaya mewujudkan tujuan dan sasaran Kejaksaan Negeri Suber masih terdapat beberapa kegagalan dalammelaksanakan kegiatn. Kegagalan tersebut disebabkan adanya kendala yang belum dapat di atasi sepenuhnya oleh Kejaksaan Negeri Sumber adalah di antaranya :
1.      Kurangnya pengawasan efektivitas kerja pegawai dalam ketepatan waktu
.














4.2.SARAN
Jadi kepala    itu harus bisa mengawas pegawai   nya agar tidak ada kelalaian dalam bekerja. Karena Pengwasan memegang peranan penting dalam mewujudkan efeksivitas pelaksanaan suatu pekerjaan agar diperoleh hasil pekerjaan yang berdaya guna (efisien) dan berhasilguna (efektif). Tingkat efeksivitas yang dicapai mencerminkan tingkat keberhasilan pencapaian tujuan organisasi.
Efektif tidaknya suatu organisasi atau perusahaan dalam mewujudkan tujuannya tidak terlepas dari keefektivan individu yang ada didalam organisasi itu sendiri, Jadi Kepala    harus memperhatikan kualitas kuantitas pegawainya, karena  untuk mencapai sasaran organisasi secara efektif diperlukan pula penanganan pekerjaan yang efektif faktor yang berpengaruh dalam efektivitas kerja suatu organisasi adalah faktor manusia sebagai para pekerjanya. Keterkaitan manusia pada organisasi yang dibentuknya tidak lain untuk memberi tatanan fasilitas internal dan iklim organisasi untuk mendapat mencapai sasaran yang dikehendaki. Bila masing-masing individu dalam organisasi memiliki komitmen yang tinggi dalam menyelesaikan pekerjaan maka kondisi ini akan membantu peningkatan efektivitas yang pada akhirnya memberikan kontribusi kepada pencapaian efektivitas kelompok dan efektivitas organisasi secara keseluruhan.
Dan seluruh pegawai harus memperhatikan  Aspek aspek yang dibutuhkan di atas harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, sebab aspek-aspek tersebut sangat menentukan berhasil tidaknya efektivitas kerja.
DAFTAR PUSTAKA
Kelompok Mahasiswa Peserta Praktek FISIP Unswagato (2004/2005).
Pengaruh Pengawasan Oleh Camat Terhadapa Afektivitas Dan Dana Alokasi Umum Desa Di Kecamatan Kajawedi Kabupaten Cirebon.
Laporan Penelitian. Tidak Di Pubikasikan
            0LANDASAN%20TEORI.pdf




























LAMPIRAN